Ahad 31 Dec 2017 19:03 WIB

Produsen Terompet Terpaksa Turunkan Jumlah Produksi

Perajian terompet. (ilustrasi)
Foto: Antara/Lucky.R
Perajian terompet. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI — Produsen terompet di Kota Bekasi, Jawa Barat, terpaksa menurunkan jumlah produksi untuk kebutuhan perayaan tahun baru 2018. Penurunan tersebut menyusul semakin berkurangnya minat konsumen di wilayah setempat dan tingginya persaingan.

"Biasanya setiap tahun saya bisa bikin paling sedikit 2.000 terompet berbagai jenis. Namun saat ini, cuma membuat 700 terompet karena saingannya sudah banyak," kata produsen terompet Saeful Bachri di Bekasi, Ahad (31/12).

Usaha pembuatan terompet yang dilakukan di rumahnya Jalan Mandor Saleh RT 05/RW 04, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi, dilakukannya bersama keluarga dan saudara yang berjumlah enam orang. Terompet yang diproduksi di antaranya berbentuk naga emas, kupu-kupu, motif kartun dan terompet corong yang disesuaikan dengan tren pasar saat ini.

"Harganya paling murah Rp 10.000 hingga yang termahal Rp 25.000. Tapi kalau didagangkan bisa dua kali lipat harganya," katanya.

Tingginya tingkat persaingan produksi membuat omzet yang dia dapat menjelang perayaan tahun baru 2018 berkurang drastis, dari semula Rp10 juta, saat ini hanya berkisar Rp3 juta. "Modal buatnya cuma Rp 1 jutaan untuk membeli kertas karton, lem, printing, kertas warna. Itu di luar ongkos pekerja," katanya.

Saeful mengaku tidak ingin mengambil risiko dengan membuat terompet di luar permintaan konsumen untuk mengantisipasi kerugian. "Sekarang ini sudah banyak produk Cina yang digemari konsumen. Mungkin karena bentuk dan kualitasnya yang lebih baik, khususnya jenis gas bukan terompet tiup," katanya.

Menurut dia, yang terpenting saat ini adalah semua terompet hasil produksinya laku dijual sehingga tidak sampai merugi. "Yang penting sekarang laku saja dulu, kalau ternyata permintaan tinggi, biasanya mereka lari ke produsen lain. Karena yang usaha membuat terompet di sini juga banyak," katanya.

Saeful mengaku belum mau berspekulasi untuk menjaga eksistensi usahanya pada tahun berikutnya dengan pengembangan produk jenis baru. "Memang inovasi perlu kalau usaha ini mau terus berjalan, tapi saya juga harus memperhitungkan modalnya," kata Saeful yang juga pedagang mie ayam itu. 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement