Rabu 27 Dec 2017 18:27 WIB

Tradisi Ngelem Pengemis Anak, 'Melayang Buat Perut Kenyang'

Rep: Mursalind Yasland/ Red: Teguh Firmansyah
'Ngelem'. Ilustrasi.
Foto: Antara
'Ngelem'. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, Panas terik dan ramainya arus lalu lintas di persimpangan empat Wayhalim, Kota Bandar Lampung, Rabu (27/12) siang itu, tak membuatnya terganggu. Dua orang anak berusia sekitar di bawah 10 tahun terlihat hanya duduk diam di bawah pohon. Raut mukanya yang tampak tenang, seakan membuatnya tak mau bergeser lagi ke tempat yang lain.

Tangannya menggenggam kaleng kecil berwarna kuning. Tak jelas mereknya. Sesekali kaleng tersebut didekatkan ke hidungnya dengan membuka sedikit tutupnya. Hal tersebut sering kali dilakukannya. Satu kaleng kecil berisi lem atau perekat kayu beralkohol untuk sepatu, plastik, atau formika dicium secara bergantian oleh dua bocah berpakaian sedikit lusuh.

Ketika didekati, dua bocah tersebut langsung menyimpan kaleng lemnya ke dalam kantong kresek. Raut mukanya sedikit gugup dan pucat. Seakan mereka tahu kalau yang diperbuatnya, yang belakangan dikenal dengan ngelem tersebut salah atau dilarang. Saat ditanya soal lem itu, mereka sama sekali membisu. "Hanya mainan saja," ujarnya singkat.

Saat didesak mereka sedang ngelem, dua bocah tersebut takut, dan ingin berlari. Namun, setelah ditanya soal tradisi ngelem tersebut, barulah mereka buka suara. Selepas mengemis di perempatan lampu merah, dua bocah tersebut menyisakan uang untuk membeli lem Aibon seharga Rp 3.000 per kaleng kecil. Mereka hanya sanggup membeli kaleng kecil, sedangkan lem mereka Aica Aibon asli kaleng besar seharga Rp 12.000.

"Kami hanya beli (lem) yang Rp 3.000," ujar seorang bocah yang tidak pernah sekolah tersebut. Lalu, tujuan beli lem Aibon? Menurut mereka, hanya ingin senang-senang saja, pasalnya, setelah menghirup aroma lem, seakan mereka melayang keenakan. Lagi pula, ngelem tersebut, ujar mereka, membuat perut lapar jadi kenyang.

Tradisi ngelem Aibon tersebut rupanya sudah menjadi tradisi bagi anak-anak bahkan orang dewasa yang berprofesi sebagai pengemis di jalan-jalan. Setiap hari, mereka terkadang menyempatkan diri untuk menyimpan uang hanya untuk membeli lem kaleng kecil tersebut.

Dalam eksposnya Rabu (27/12), Kepala Badan Nasional Narkotika Povinsi (BNNP) Lampung Brigjen Tagam Sinaga menyebutkan, terjadi peningkatakan jumlah pengguna lem aibon di kalangan anak-anak pada tahun 2017 dibandingkan tahun lalu. Anak-anak pengguna lem tersebut hasil regenerasi tingkat SD. Pengguna lem di kalangan anak-anak terjadi peningkatan dibanding tahun lalu, kata Tagam.

Ia mengatakan, penggunaan lem atau ngelem di kalangan anak-anak, lama kelamaan akan membuka jalan baginya untuk menuju penggunaan narkoba berupa ekstasi atau sabu. Sebab, zat yang terkandung di dalam lem aibon tersebut memiliki zat psikotropika. Sehingga menghisap zat psikotropika secara berlebihan akan membuat ketagihan.

BNNP Lampung berkoordinasi dengan kepolisian untuk mengawasi penjualan lem aibon tersebut, agar pengguna lem di kalangan anak-anak SD dapat terpantau dan dicegah. Sedangkan anak-anak yang sudah ketagihan ngelem dapat direhabilitasi secepatnya, sehingga perkembangan anak hingga tumbuh besar dapat diselamatkan.

Di lingkungan masyarakat, di sekolah, patut dicurigai bila ada anak-anak yang membeli lem secara terus menerus. Bagi masyarakat dan pihak keluarga hendakya mewaspadai anak-anaknya yang menggunakan lem aibon tersebut. "Di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat, hendaknya mewaspadai penjualan lem tersebut," ujarnya.

Pertengahan November 2017 lalu, Satuan Polisi Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandar Lampung menggelar razia terhadap anak jalanan (Anjal) dan gelandangan pengemis (Gepeng) di sejumlah tempat. Razia tersebut berhasil mengamankan sembilan anjal dan gepeng berusia lima sampai 40 tahun. Mereka terjaring di perempatan lampu meah, pasar, dan pinggiran toko.

Kepala Bidang Ketertiban Umum (Tibum) Bapol PP Bandar Lampung Haristari mengatakan, dalam razia tersebut terjaring pula anak-anak yang sedang menikmati aroma lem. Mereka biasa menyebutnya ngelem. Kebiasaan tersebut, ternyata sudah sering dilakukan para anjal ketika selesai mengemis atau mengamen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement