Ahad 24 Dec 2017 15:50 WIB

BNPB: Pemerintah Jamin Pengungsi Gunung Agung

Petugas BPBD memasangkan masker pada seorang pengungsi Gunung Agung di lokasi penampungan Desa Bebandem, Karangasem, Bali.
Foto: Antara/Nyoman Budhiana
Petugas BPBD memasangkan masker pada seorang pengungsi Gunung Agung di lokasi penampungan Desa Bebandem, Karangasem, Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan pemerintah tetap menjamin penanganan pengungsi Gunung Agung setelah tanggap darurat dicabut karena akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).

"Pengungsi harus tetap kami tangani. Dasar hukum untuk penggunaan anggaran, logistik dan lainnya menggunakan payung hukum yang akan disusun. Jadi pengungsi tetap tertangani dengan baik," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho dihubungi dari Denpasar, Ahad (24/12).

Menurut dia, status tanggap darurat baik itu siaga darurat, tanggap darurat, dan transisi darurat menuju pemulihan hanya merupakan istilah untuk administrasi dalam penanggulangan bencana. Status keadaan darurat yang ditetapkan kepala daerah, kata dia, pada dasarnya hanya syarat administrasi untuk memudahkan penanganan bencana seperti pengerahan SDM, dana, dan logistik saat terjadi bencana.

Dengan adanya pernyataan darurat dari kepala daerah yang daerahnya mengalami bencana maka BNPB secara legal dapat memberikan bantuan dana siap pakai ke Pemda. Begitu juga Kementerian Sosial dapat mengeluarkan bantuan cadangan beras di gudang jika ada status tanggap darurat.

Pemda, lanjut dia, juga dapat menggunakan Belanja Tak Terduga (BTT) jika sudah ada status tanggap darurat. "Itu semua diatur dalam regulasi agar tidak ada masalah atau temuan nanti," ucapnya.

Sutopo menjelaskan pemahaman orang awam atau bahkan negara asing yang jarang ada bencana alam, membayangkan tanggap darurat itu seperti darurat militer atau darurat sipil. Terbatasnya informasi kondisi yang sebenarnya tentang erupsi Gunung Agung dan dampaknya khususnya kepada masyarakat internasional menyebabkan seolah-olah Bali tidak aman karena mendefinisikan kata darurat bencana dengan hal yang mengerikan.

"Banyak negara lain yang belum paham soal definisi dan arti darurat bencana," ungkapnya.

Penggunaan darurat bencana di daerah lain di Indonesia, ucap Sutopo, selama ini tidak pernah ada masalah. Namun, karena peristiwa alam itu terjadi di Bali yang merupakan daerah tujuan wisata dunia, maka dimaknai lain oleh banyak pihak dengan arti yang lain pula.

"Diksi darurat menjadi sensitif. Makanya perlu diganti dengan istilah lain. Menurut saya tidak masalah karena ini hanya untuk kepentingan administrasi saja penggunaan anggaran dan logistik," imbuh Sutopo.

Adanya tanggap darurat tersebut, lanjut dia, menyebabkan setidaknya lima negara masih menerapkan travel warning atau peringatan berkunjung ke Bali bagi wisatawan negara itu.

Sebelumnya pada Jumat (22/12) Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas bersama Wapres Jusuf Kalla dan sejumlah menteri terkait di Sanur, Denpasar, membahas penanganan dampak erupsi Gunung Agung. Dalam rapat terbatas itu, Presiden Jokowi juga menyetujui pencabutan status tanggap darurat Gunung Agung.

Sebagai pengganti atau dasar hukum agar pemerintah dan pemda dapat kemudahan akses, akan dituangkan dalam Perpres sebagai payung hukum untuk membantu penanganan pengungsi Gunung Agung.

Erupsi Masih Aman, Pengungsi Gunung Agung 71.045 Jiwa

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement