Jumat 22 Dec 2017 17:51 WIB

Hari Ibu, Nasyiatul Aisyiyah Perjuangkan Kaum Perempuan

Rep: Novita Intan/ Red: Gita Amanda
Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Diyah Puspitarini.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Diyah Puspitarini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peringatan Hari Ibu yg biasa dilaksanakan pada tgl 22 Desember, bukanlah seremonial biasa. Perlu dipahami bersama bahwa sejarah Hari Ibu yang ada di Indonesia juga memiliki semangat yang berbeda dengan awal sejarah Mother's Day yang dirayakan di berbagai negara.

Jika menelusuri sejarah Hari Ibu di Indonesia, tidak lepas dari perjuangan kaum perempuan dalam kongres perempuan pertama di Indonesia pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta. Para perempuan berkumpul dari berbagai organisasi lintas agama dan suku dan semuanya memiliki semangat yang sama.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Diyah Puspitarini, mengatakan kongres ini diinisiasi oleh organisasi besar sat itu spt 'Aisyiyah, Wanita Tamansiswa, Wanita Katholik, Wanita Jong Java, dan lainnya.

"Para perempuan ini merasakan keresahan yang sama tentang stereotip dan diskrimanasi perempuan di Indonesia saat itu yang masih berjuang untuk kemerdekaan bangsa," ujarnya dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Jumat (22/12).

Adapun pidato dalam kongres perempuan ini sebagian besar tentang Derajat Perempuan. Salah satu pidato yg terkenal adalah pidato Derajat Perempuan Siti Munjiyah dari 'Aisyiyah. Dalam isi pidatonya, Siti Munjiyah mengajak perempuan untuk maju bersama dan membuktikan bahwa derajat perempuan sama dengan laki laki.

Sedikit berbeda dengan latar belakang Mother's Day yang berawal dari Amerika Serikat. Anna Jarvis mengusung Mother's Day untuk memperingati kematian ibunya dan juga untuk mengenang jasa dan peran para ibu di Amerika Serikat saat itu.

Namun pada akhirnya peringatan Hari Ibu di seluruh dunia berbeda beda dengan konteks dan latar belakang yang berbeda pula. "Kami mengajak untuk mengenang kembali makna perjuangan kongres wanita di Indonesia saat itu, di mana derajat perempuan menjadi titik awal kontribusi perempuan dalam perang berbangsa dan bernegara," ucapnya.

Jika melihat hari ini, betapa derajat perempuan masih perlu diperjuangkan. Betapa tidak, masih banyak perempuan yang belum tersadar untuk memperjuangkan derajatnya dalam konteks diskriminasi dan kesetaraan.

Namun benarlah kiranya, jika perempuan tidak mau maju dan tidak sadar karena perempuan tidak paham dan masih banyak sistem yang belum berpihak. Berbagai kasus kekerasan perempuan juga masih banyak menghiasi beranda persoalan dalam negara ini yang harus segera dituntaskan.

Perdagangan perempuan dan buruh migran juga masih harus terus diperjuangkan dan diberikan perlindungan sistem dan hukum yang jelas. "Dan tentunya masih banyak persoalan perempuan di bangsa ini yang harus terus diperjungkan," ungkapnya.

Dengan memperingati Hari Ibu, Nasyiatul Aisyiyah mengajak semua perempuan di Indonesia tersadar akan perjuangan perempuan untuk tersadar akan kontribusi untuk negara dan derajat perempuan itu sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement