REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai terdapat pembiaran dalam institusi TNI dan Polri kepada perwira atau personel yang menyatakan berminat maju dalam Pilkada 2018.
"Saya melihat ada pembiaran. Seharusnya saat ada pernyataan publik perwira atau personel aktif akan maju itu tidak perlu menunggu pengawas pemilu, secara institusi mereka wajib menjaga netralitas lembaganya," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini di Jakarta, Kamis (21/12).
Menurut Titi, harus ada tindakan tegas karena pembiaran dapat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap netralitas dan profesionalisme TNI dan Polri dalam Pilkada 2018. Publik dapat terpengaruh apabila TNI-Polri dapat turut serta berpolitik dan dampaknya mungkin terus bergulir tidak positif hingga Pemilu 2019.
"Ini bisa isunya kemana-mana, apalagi kalau ada partai yang secara terbuka mengusung," ucap Titi.
Meskipun perwira atau personel mundur setelah menjadi calon, kata dia, sudah terdapat komunikasi aktif sebelumnya.
Sejauh ini, Perludem mencatat terdapat 12 daerah yang memiliki perwira atau personel aktif yang mengatakan berniat maju di pilkada.
"Ruang kosong ini perlu disikapi segera oleh Panglima TNI dan Kapolri agar publik percaya TNI-Polri memang komitmen untuk menjaga netralitas," tutur Titi.
Ada pun Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mempersilakan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letnan Jenderal TNI Edy Rahmayadi maju sebagai calon gubernur Sumatera Utara dalam Pilkada 2018.
Terdapat tiga partai politik yang berkoalisi mendukung Edy untuk berduet dengan Musa Rajekshah melawan calon petahana Tengku Erry Nuradi.