REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pemerintah Provinsi Sumatra Barat berencana memasukkan pendidikan antinarkoba atau sosialisasi yang berkaitan dengan pencegahan penyalahgunaan narkoba ke sekolah-sekolah. Langkah ini dilakukan lantaran para siswa menjadi kelompok paling rentang terhadap penyalahgunaan narkoba di Indonesia.
Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno menyebutkan, pihaknya akan mengkaji penerapan pendidikan antinarkoba di sekolah-sekolah. Nantinya pendidikan antinarkoba akan disisipkan ke dalam kegiatan ekstrakulikuler atau pendidikan tambahan di luar jam belajar. "Tapi untuk masuk dalam kurikulum kayaknya susah, tapi mungkin kita akan jadikan sebagai ekstrakulikuler," jelas Irwan awal pekan ini.
Meski masuk dalam kegiatan ekstrakurikuler, Irwan menjamin esensi sosialisasi antinarkoba yang dilakukan tidak akan berkurang. Menurutnya, yang terpenting adalah bagaimana pencegahan penyalahgunaan narkoba bisa menyentuh para pelajar, apapun metodenya.
Sebelumnya, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Budi Waseso juga menyampaikan desakannya kepada Pemprov Sumbar untuk memasukkan pendidikan antinarkoba ke dalam kurikulum sekolah. Buwas, panggilan akrab Budi Waseso, menilai bahwa diperlukan langkah antisipatif serta pencegahan sejak dini terhadap risiko penyalahgunaan narkoba. Salah satunya dengan memasukkan informasi atau pengetahuan tentang bahaya narkoba kepada para siswa di sekolah-sekolah.
"Saya berharap dengan buku sosialisasi antinarkoba yang saya berikan kepada Pak Gubernur akan dijadikan sebagai kurikulum pendidikan di Sumatera Barat," ujar Buwas.
BNN mencatat, beberapa provinsi sudah menjalankan sosialisasi antinarkoba secara serius di sekolah-sekolah. Sumatra Utara merupakan salah satu daerah yang dianggap paling serius dalam menerapkan pendidikan antinarkoba di sekolah. "Kalau ingin memasukkan sosialisasi antinarkoba di ekstrakurikuler sekolah, harus ada aturannya (Peraturan Gubernur)," katanya.
Penyelundupan narkoba ke Indonesia dan penyalagunaannya oleh masyarakat memang menyisakan pekerjaan rumah bagi pemerintah. Buwas bahkan menyebutkan, istilah 'perang' yang dihadapi Indonesia bukanlah perang senjata pada umumnya, namun proxy war, termasuk penyalahgunaan narkoba.
Berdasarkan catatan BNN, pasokan narkoba yang masuk ke Indonesia berasal dari Cina, Malaysia, Pakistan, Iran, Afrika Barat, dan Eropa. Dari semua negara-negara tersebut ada sekitar 72 jaringan sindikat narkoba yang ada di Indonesia.
Indonesia, lanjut Buwas, merupakan pasar yang potensial bagi para jaringan sindikat narkoba karena jumlah penduduknya yang banyak. Dari sekitar 250 juta penduduk Indonesia 6,4 juta penduduk Indonesia merupakan pemakai narkoba aktif. "Presiden pernah menanyakan kepada saya berapa penjualan narkoba di indonesia per tahunnya, lalu saya jawab sekitar 72 triliun (rupiah), Presiden kaget mendengar angka tersebut," ujarnya.
BNN juga melacak bahwa setiap sindikat di Indonesia rata-rata menjual Rp 1 triliun narkoba per tahunnya. Artinya kalau ada 72 jaringan sindikat narkoba di Indonesia, maka penjualan narkoba di Indonesia sekitar Rp 72 triliun.
Buwas juga menambahkan, saat ini terdapat sekitar 800 jenis narkotika jenis baru. Dari angka tersebut, 62 jenis di antaranya sudah beredar di Indonesia. Tetapi sayangnya dari 62 jenis narkotika tersebut baru 60 jenis yang telah diatur dalam Permenkes nomor 41 tahun 2017, sedang yang 6 jenis lagi belum.