Senin 18 Dec 2017 14:34 WIB

Tren Pencemaran Udara di Jakarta Menurun pada 2017, Namun...

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Andri Saubani
Sejumalah warga Jakarta melakukan berbagai kegiatan berolahraga saat digelarnya Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta. Pelaksanaan HBKB dinilai mampu mengurangi polusi dan pencemaran udara di ibukota.
Foto: Republika/Prayogi
Sejumalah warga Jakarta melakukan berbagai kegiatan berolahraga saat digelarnya Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta. Pelaksanaan HBKB dinilai mampu mengurangi polusi dan pencemaran udara di ibukota.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan data 2016, sebanyak 58,3 persen warga DKI Jakarta terpapar penyakit akibat pencemaran udara dan perlu membayar sejumlah Rp 51,2 triliun terkait penyakit tersebut. Hal ini menunjukkan, masyarakat Jakarta masih sangat kekurangan udara bersih.

"Rata-rata kota di Indonesia memiliki kualitas udara yang buruk. Pekanbaru, Palembang, Palangka Raya, DKI Jakarta, dan Bandung dengan posisi tertinggi. DKI Jakarta juga tinggi sepanjang tahun bahkan berkategori bahaya," ujar Direktur Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin, pada acara Gerak Bersihkan Udara, di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (18/12).

Tren pencemaran udara di Jakarta memang cenderung menurun pada 2017. Namun, hal itu dipengaruhi oleh faktor iklim yang berbeda dari 2016. Selain itu, meskipun menurun posisi pencemaran udara di Jakarta masih di atas baku mutu yang ditetapkan oleh WHO.

Penyebab kotornya udara di Jakarta, menurut Ahmad, disebabkan oleh banyak hal. Antara lain adalah asap industri yang sangat kotor dan masih dibiarkan oleh Pemerintah.

"Lalu juga electronic waste, atau kabel-kabel yang dibakar dengan cara barbar sehingga asapnya ke mana-mana. Itu juga menjadi salah satu hal yang mencemari udara di Jakarta," tambah Ahmad.

Kotornya udara di Jakarta, dapat menyebabkan penyakit yang fatal bagi penduduknya. Penyakit tersebut misalnya adalah autisme dan down syndrome. Hal tersebut, kata Ahmad, tentunya akan menjadi permasalahan baru bagi masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement