Rabu 13 Dec 2017 11:44 WIB

Rendah Kasus Difteri, Bogor Tetap Waspada

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Endro Yuwanto
Perawat mengunakan baju steril saat akan melakukan pemeriksaan terhadap pasien yang diduga terkena virus 'Difteri' di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta, Jumat (8/12).
Foto: Antara
Perawat mengunakan baju steril saat akan melakukan pemeriksaan terhadap pasien yang diduga terkena virus 'Difteri' di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta, Jumat (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor memastikan, Kota Hujan aman dari difteri yang saat ini sedang mewabah di beberapa kawasan di Indonesia. Setidaknya, 59 kota/kabupaten di 20 provinsi di Indonesia yang di antaranya 18 kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat terkena wabah difteri.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Bogor Lindawati menjelaskan, terdapat 117 kasus difteri ditemukan di Jawa Barat dengan 13 di antaranya meninggal dunia. "Tapi, untuk Kota Bogor saat ini kondisinya aman," ujarnya ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Rabu (13/12).

Meski begitu, Lindawati menjelaskan, Dinkes Kota Bogor tetap waspada dengan penyebaran difteri. Salah satu upayanya adalah menyebarkan surat edaran ke puskesmas, rumah sakit, maupun klinik agar petugas kesehatan maupun masyarakat tetap berhati-hati.

Lindawati menambahkan, sosialisasi kepada masyarakat juga tetap dilakukan, terutama imbauan kepada orang tua untuk mengecek cakupan imunisasi anak-anaknya. "Sebab, meski difteri termasuk yang mudah menular, difteri masih bisa dicegah dengan imunisasi," ucapnya.

Antisipasi serupa juga dilakukan Dinkes Kabupaten Bogor yang mencatat sembilan kasus difteri terjadi di wilayahnya sepanjang 2017. Dua di antaranya telah meninggal dunia, yaitu anak berusia empat dan lima tahun di daerah Citereup dan Cileungsi.

Meski masih termasuk rendah dibanding daerah lain, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Bogor Agus Fauzi mengatakan, pihaknya tidak akan lengah. Vaksinasi rutin di posyandu maupun sekolah terus dilakukan. "Kami pastikan juga, mereka yang belum diimunisasi karena alasan kesehatan atau apapun untuk segera diimunisasi," jelasnya.

Selain intensitas imunisasi, Agus menambahkan, peningkatan pemahaman orang tua terhadap penyakit difteri juga patut diperhatikan. Hal ini dilakukan agar orang tua bisa segera mengetahui dan melakukan tindakan cepat serta tepat saat gejala difteri mulai ditemukan pada anak.

Difteri, ujar Agus, merupakan infeksi bakteri yang bersumber dari Corynebacterium Diphtheriae. Difteri memberikan pengaruh terhadap selaput lendir dan tenggorokan yang menyebabkan sakit tenggorokan, demam, kelenjar bengkak, dan terasa lemas. "Di tahap lanjutnya, difteri dapat menyebabkan kerusakan pada jantung, ginjal, dan sistem saraf," ucapnya.

Ciri khas dari difteri adalah adanya warna putih pada tenggorokan yang berdarah apabila ditekan. Leher pun cenderung membesar. Kondisi ini, kata Agus, bisa berakibat fatal karena penderita jadi sulit bernafas dan dapat menyebabkan kematian.

Difteri semakin berbahaya jika sudah terkena anak berusia di bawah lima tahun. Tapi, Agus mengingatkan agar orang tua tidak segera panik. "Yang penting melihat cakupan imunisasi anak," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement