REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957 Agung Laksono mengatakan, pergantian ketua DPR sebaiknya menanti musyawarah nasional luar biasa (munaslub) Partai Golkar selesai dilaksanakan. Keputusan strategis untuk mengganti ketua DPR harus berdasarkan legitimasi kuat dari ketua umum Partai Golkar.
Menurut Agung, sah-sah saja jika sejumlah pihak merekomendasikan Ketua Komisi III DPR yang juga kader Golkar, Aziz Syamsudin, sebagai ketua DPR menggantikan Setya Novanto. Namun, penunjukan atas Aziz atau nama lainnya sebaiknya harus melalui mekanisme keputusan parpol.
"Jika tidak, maka keabsahan keputusan (penunjukan) tersebut bisa diragukan. Tentu sangat berbahaya sekali jika itu terjadi di sebuah lembaga negara yang sangat penting (DPR)," kata Agung kepada wartawan dalam konferensi pers di kediamannya, kawasan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Ahad (10/12).
Lebih lanjut Agung menuturkan, DPR bukan sebuah organisasi sederhana. Di dalamnya terdapat fraksi-fraksi, badan musyawarah, pimpinan, dan sebagainya sehingga untuk menunjuk ketua membutuhkan proses yang tidak sederhana.
"Kami khawatir jika nanti ada keputusan strategis justru akan dipertanyakan keabsahannya. Karena itu, kami sarankan agar penunjukan ketua DPR (pengganti Setya Novanto) menantikan hasil munaslub. Ini penting agar ada kepemimpinan yang punya legitimasi kuat untuk memudahkan pengambilan keputusan. Kami kira DPR pun mempertimbangkan untuk tidak mengambil langkah-langkah dulu," jelas Agung.
Isu pergantian ketua DPR mengemuka setelah desakan terhadap ketua DPR sekaligus ketua umum Partai Golkar saat ini, Setya Novanto, menguat. Novanto saat ini masih menjalani proses hukum sebagai tersangka kasus korupsi KTP-el.
Saat ini, sebanyak 31 DPD Partai Golkar telah menyepakati diadakannya munaslub untuk memilih ketua umum Golkar pengganti Novanto. Sejumlah petinggi Golkar pun sebelumnya sudah menyampaikan kesediaan Novanto untuk mengundurkan diri sebagai ketua umum Golkar dan ketua DPR. Novanto disebut hanya tinggal menanti waktu yang tepat untuk mundur. Jika mundur sebagai ketua DPR, maka pengganti Novanto pun harus berasal dari Partai Golkar.