REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI -- Pada saat sebagian besar sarjana dan pemuda di Indonesia memilih berkarir di perkotaan, Radityo, justru memilih untuk kembali dan membangun desanya di Bayuwangi, Jawa Timur. Pilihannya adalah mengembangkan budidaya ikan lele dengan sistem bioflok, sambil tetap melakukan berbagai aktivitas untuk menggerakan pemuda desa.
Pilihan Radityo untuk kembali ke kampungnya yaitu Dusun Polean, Desa Tamansari, Kecamatan Tegal Sari, Banyuwangi, bermula saat ia bekerja bidang pemetaan di Kota Malang sekaligus mengabdi di rumah belajar untuk anak-anak pesisir Clungup Mangrove Conservation, Kabupaten Malang. Alumnus Universitas Negeri Malang (UM) ini merasakan bahwa daerah tertinggal butuh perhatian lebih.
Ia teringat dengan kampung halamannya yang juga berada di pelosok, tepatnya di tepi perkebunan (PTPN XII) yang berjarak sekitar 50 kilometer dari pusat kota Banyuwangi. Pemuda kelahiran 27 Juli 1994 ini pun terpanggl untuk pulang dan ‘mencari jalan’ untuk kembali ke kampung halaman.
Setelah memikirkan berbagai jalan usaha yang tidak mudah ditemukan di desa, akhirnya ia terpikir untuk mencoba budidaya ikan lele, karena dulu ketika SMA pernah menjalani bisnis ini namun terhenti karena air tidak melimpah sepanjang tahun.
“Bermodalkan kuota internet saya mencoba mencari informasi kembali tentang budidaya lele. Akhirnya saya menemukan cara budidaya sistem bioflok, budidaya lele tidak bau dan hemat air dengan memanfaatkan bakteri dan fermentasi. Setelah melakukan analisis dan penghitungan usaha dan motivasi orang tua, akhirnya saya pulang dan meninggalkan segala aktivitas saya di Malang,” jelas Radityo, yang pernah lolos dalam Pekan Imliah Mahasiswa Nasional (PIMNAS).
Ilmu yang ia dapatkan di internet diterapkan. Ada tiga kolam yang ia gunakan untuk ternak Lele dengan sistem bioflok. Awalnya tidak merasa kesusahan berkat pengalaman yang sudah akrab dengan bakteri dan fermentasi. Namun, permasalahan muncul ketika lele berusia remaja, atau pertengahan.
Ketika lele mulai besar dan kolam mulai padat, bakteri bioflok di kolam mati sehingga air menjadi bau dan harus ganti air beberapa hari sekali. Ini tentu merepotkan. Raditiyo mencoba tidak menyerah, namun kematian bakteri yang berulang pada periode pemeliharaan lele selanjutnya membuat ia budidaya ikan lele yang ia lakukan terbilang gagal.
Jalan perbaikan ternak lele Bioflok akhirnya Radityo temukan saat mengikuti Pelatihan Peningkatan Kompetensi Pemuda Berbasis IPTEK dan IMTAK oleh Kemenpora bertema “Pemuda sebagai Penggerak Sentra Pemberdayaan Pemuda di Desa” yang digelar di Bogor, Jawa Barat pada akhir Juli 2017. Dalam kegiatan pelatihan tersebut, salah satu kegiatannya mengunjungi budidaya lele sistem bioflok di daerah Benteng, Kecamatan Ciampea, Bogor.
Di Bogor, dia menggali informasi kepada anggota pembudidaya. Bahkan sempat menepi dari rombongan pelatihan untuk mencari informasi lebih dalam mengenai cara merawat bakteri agar dapat terjaga memproduksi flok.
“Kembalinya ke Banyuwangi, informasi yang sudah didapatkan dari Bogor mulai diterapkan. Alhamdulillah sekarang lebih baik dari sebelumnya. Sekarang keterbatasan air dan lahan bukan hambatan untuk budidaya lele dan bisa menjadi penghasilan rutin perbulan. Terimakasih kemenpora,” ujar menjadi wakil Jawa Timur terseleksi bersama wakil dari 33 provinsi lain yang mengikuti Pelatihan Pemuda Teknopreuner dari Kemenpora tersebut.
Kini, selain kegiatan budidaya lele tersebut, Radityo juga aktif di kelompok dan organisasi pemuda desa. Sebelumnya, dia juga sudah dikenal sebagai pemuda desa yang aktif membuat kegiatan gebrakan di kampungnya. Dua tahun lalu, ia bersama para pemuda desa pernah mengadakan lomba BMX Cross untuk memperingati 11 tahun jalan rusak di kampungnya.