Jumat 08 Dec 2017 10:45 WIB

Menkominfo: Kita akan Perang Melawan Situs Porno

Rep: Syahruddin El-Fikri/ Red: Irwan Kelana
Menkominfo Rudiantara memberikan paparan saat konferensi pers di Gedung Menkominfo, Jakarta, Rabu (11/10).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Menkominfo Rudiantara memberikan paparan saat konferensi pers di Gedung Menkominfo, Jakarta, Rabu (11/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, pihaknya tidak akan memberikan toleransi kepada provider, pembuat website, atau apapun yang memanfaatkan konten porno, maka akan ditutup. “Tidak ada kompromi, kami akan blokir situs yang jelas-jelas menyiarkan konten porno,” ujarnya di Jakarta, Rabu (7/12).

Ia menjelaskan, ada ribuan situs website yang telah diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika akibat berisi dan menyiarkan konten-konten negatif, seperti pornografi, kekerasan seksual, kekerasan pada anak, serta perjudian.

Mengenai pertumbuhan pengguna internet dan smartphone di Indonesia sangat cepat. Bahkan, sebanyak 83 persen ada di Pulau Jawa. Rudiantara menyebutkan, sebagian besar pengguna smartphone di Indonesia itu menggunakan media sosial.

“Sebanyak 97,4 persen menggunakan sosial media, dari bangun tidur sampai mau tidur, selalu pegang smartphone. Yang diperhatikan adalah media sosial,” ujarnya.

Ia menambahkan, saat ini di Indonesia media sosial terbanyak adalah pengguna twitter, facebook menempati urutan nomor enam, dan youtube nomor tiga.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Masduki Baidhowi mengungkapkan, Indonesia adalah pengakses konten porno nomor dua di dunia. “Indonesia menempati peringkat kedua di dunia,” kata KH Masduki Baidhowi, dalam keterangannya pada Silatnas Stakeholders Konten Keislaman yang digelar Lembaga Pentashih Buku dan Konten Keislaman (LPBKI) Majelis Ulama indonesia (MUI), Kamis (7/12) malam, di Jakarta.

Berdasarkan data, kata dia, negara dengan pertumbuhan terbesar di dunia untuk pengakses konten prono adalah Turki dengan angka mencapai 657 persen, disusul Indonsia (457 persen) dan Estonia (142 persen). “Ini ‘kan, memalukan dan mengkhawatirkan,” kata Masduki Baidhowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement