REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mengungkapkan keprihatinannya dengan berkurangnya kesempatan berpolitik yang dimiliki pemuda zaman sekarang. Saat ini ternyata banyak peraturan pemerintah yang tidak mengarusutamakan kepemudaan.
“Misalnya dalam kesempatan berpolitik untuk mencalonkan anggota DPP, usia minimum adalah 30 tahun. Ini menunjukkan kesempatan berpolitik kaum muda menjadi berkurang," ujar Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kemenpora, DR Asrorun Ni’am Sholeh, Rabu (6/12), pada Workshop Koordinasi Strategis Lintas Sektoral Bidang Pelayanan Kepemudaan yang diselenggarakan oleh Deputi II Kemenpora di Hotel Sunlake, Sunter, Jakarta Utara.
Menurut dia, pelayanan kepemudaan melibatkan banyak aktor, sehingga diperlukan upaya sinergi lintas bidang atau sektor untuk membagi tugas dan kewenangan agar tidak tumpang tindih.
Hal senada dikemukakan Sesdep II, Bidang Pengembangan Pemuda, Imam Gunawan. Dengan kondisi yang terjadi sekarang, bisa dikatakan kalau hak kaum muda telah dirampok. Ini sangat disayangkan.
“Dulu, ada pemuda atau pemuda yang berusia belasan tahun, sekitar 16 tahun, bisa menjadi anggota DPR. Ini membuktikan bahwa ada pemuda yang usianya di bawah 30 tahun, ternyata memiliki kualitas yang jempolan. Kita tak mau kaum muda yang ternyata pintar, harus dikebiri,” kata Imam.
Karenanya dia berharap banyak dari Perpres No 66 Tahun 2017 Tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Pelayan Kepemudaan. “Perpres ini merupakan awal dimulainya era baru dalam pelayanan kepemudaan. Perpres ini yang akan menggerakkan segenap pemangku kepentingan menuju target capaian pelayanan terukur yang hasilnya untuk meningkatkan kemampuan pemuda. Peningkatan kapasitas pemuda merupakan hal penting untuk meningkatkan partisipasi pemuda dalam berbagai sektor,” ujar Imam.
Terkait dengan hal tersebut, Deputi Pemberdayaan Pemuda, Prof Faisal Abdullah mensinyalir, pembatasan terhadap pemuda di bidang politik sudah berlangsung selama 7 tahun belakangan ini. “Kondisi seperti itu disinyalir sudah berlangsung selama 7 tahun terakhir. Ini menunjukkan telah terjadi kerakusan terhadap kaum muda dalam berkiprah.”
Karenanya dia berharap koordinasi lintas sektoral pelayanan kepemudaan dapat memperhatikan hak-hak pemuda. Mulai dari pemberdayaan, hingga pengembangan pemuda.
Dr Subandi Sardjoko dari Bappenas menjelaskan, ke depan, hanya pemuda yang memiliki kreativitas tinggi yang bakal mampu melawan perkembangan jaman. “Ke depan, tenaga ahli semacam teler, tidak akan dianggap lagi. Liat saja sekarang, jalan tol tak lagi memakai tenaga manusia. Begitu juga dengan bidang pekerjaan yang lain. Pemuda yang memiliki kreativitas tinggi yang nantinya mampu melawan perkembangan jaman,” tukas Subandi.
Ada beberapa langkah untuk menjalin kemitraan strategis agar rencana aksi nasional pelayanan kepemudaan dapat berjalan efektif melalui kemitraan dengan tim ahli atau konsultan atau UNFPA (PBB). Diantaranya adalah pengkajian konsep dan instrumen youth mainstreaming termasuk anggatan berbasis pemuda, penyiapan konsep rencana aksi daerah agar selaras dengan kebijakan nasional kepemudaan Indonesia, pengkajian instrumen pengukuran tingkat keberhasilan koordinasi berbasis outcome dan impact atau Index Pembangunan Kepemudaan.