REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Garut mengkonfirmasi kasus penyakit difteri yang terjadi di wilayah Garut. Untuk tahun ini terpantau ada sebelas kasus dari penyakit yang tergolong langka tersebut.
Kepala Dinkes Garut Tenny Swara Rifai mengatakan tahun sebelumnya juga memang sempat dilaporkan ada penyakit serupa. Sehingga pihaknya tidak kaget lagi saat difteri dijadikan status Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh Pemprov Jabar.
"Ada sebelas laporan dari daerah Garut selatan untuk tahun ini. Sebetulnya tidak aneh, karena tahun lalu kalau tidak salah pernah ada lima kasus kayaknya," katanya pada wartawan, Rabu (6/12).
Walau kasusnya muncul di Garut, para penderita tak bisa memperoleh pengobatan di RSUD Garut. Alasan keterbatasan ketersediaan obat menjadi kendalanya. Alhasil, para penderita harus ditangani oleh RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung sebagai RS rujukan provinsi.
"Cuma penanganannya diserahkan ke RSHS karena di kami tidak menyediakan obat dan vaksinnya karena memang jarang kasusnya," ujarnya.
Diketahui, Dinkes Jabar mencatat sebanyak 116 kasus difteri hingga 3 Desember 2017 ini, dengan jumlah kematian sebanyak 13 kasus. Akhirnya wabah difteri di Jabar masuk dalam status KLB.
Difteri ialah infeksi bakteri yang bersumber dari Corynebacterium diphtheriae, yang biasanya mempengaruhi selaput lendir dan tenggorokan. Difteri biasanya menyebabkan sakit tenggorokan, demam, kelenjar bengkak dan lemas. Dalam tahap lanjut, difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, ginjal dan sistem saraf. Kondisi seperti itu pada akhirnya bisa berakibat sangat fatal dan berujung pada kematian.