REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan bahasa dan sastra Indonesia, dinilai masih tertinggal dibanding dengan perkembangan digital. Karena itu, perencanaan kebijakan bahasa dan sastra pada era digital sangat penting dilakukan.
"Ketergantungan seseorang terhadap media sosial sangat tinggi. Itu menjadikan istilah bahasa yang berkembang di masyarakat semakin hidup, dan kami rasa perlu ada perencanaan bahasa ke depan," kata kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Dadang Sunendar usai membuka seminar nasional bahasa di Aula Sasadu, kantor Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Rawamangun, Jakarta, Selasa (5/12).
Meski begitu, Dadang menganggap, masalah ketertinggalan bahasa Indonesia akan menjadi tantangan sendiri. Karena itu, pihaknya terus berupaya menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang kaya dan populer di kancah nasional dan internasional.
Dadang mengatakan, perencanaan kebijakan bahasa pun tidak akan lepas dari penyesuaian dan inovasi antara bahasa dengan digital. Karena itu, peluncuran kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) dalam jaringan (daring), serta luar jaringan (luring) yang memanfaatkan jaringan internet dan teknologi patut dikembangkan.
"Pemanfaatan era digital lainnya kami juga pada tahun ini kami jadi gerakan literasi nasional, semuanya memanfaatkan teknologi," kata dia menjelaskan.
Selain itu, dia mengatakan, perlu ada penyesuaian dan inovasi dalam bidang pendidikan bahasa dan peneliti pendidikan bahasa. Sebab, untuk membuat perencanaan kebijakan bahasa mau tidak mau akan melibatkan sistem pendidikan dan penelitiannya.
Karena itu, literasi dasar masyarakat, khususnya akademisi, bahkan peneliti perlu dikembangkan. Seperti pengetahuan baca tulis, numeris, sains, literasi digital dan finansial.