REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibu negara Iriana Joko Widodo sebelumnya dijadwalkan hadir dalam Simposium dengan tema Peran Ibu dalam Membangun Perdamaian bersama dengan Ibu Negara Afghanistan Rula Ghani. Namun, karena terdapat hal yang harus dilakukan, Iriana kemudian membatalkan agendanya tersebut.
Meski demikian, melalui siaran pers, Iriana menjelaskan, bahwa simposium ini merupakan agenda yang sangat penting. Mengingat banyak persoalan yang menjerat kaum perempuan dan anak-anak bukan hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia.
"Sesungguhnya, pada saat yang sama di belahan dunia yang lain, masih ada ribuan dan bahkan jutaan kaum perempuan dan anak-anak menderita dan menjadi korban kekerasan. Mereka menanti uluran tangan, pemikiran, bantuan dan perhatian dari kita semua," kata Iriana, Senin (4/12).
Iriana menjelaskan, pada 25 November lalu dunia memperingati 16 tahun Hari Antikekerasan Terhadap Perempuan. Perempuan di seluruh dunia menolak segala bentuk kekerasan. Kekerasan yang dialami perempuan telah banyak membawa duka dan trauma yang mendalam bahkan seumur hidup. Perempuan korban kekerasan seringkali tidak dapat kembali lagi ke sekolah, ke lingkungan sosial dan masyarakat untuk melanjutkan penghidupannya.
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak juga cukup tinggi, mayoritas berupa Kekerasan Terhadap Rumah Tangga (KDRT) dan perkosaan. Kekerasan yang dilakukan oleh kaum laki-laki terhadap perempuan disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya karena berada dalam kondisi tidak sadar akibat mabuk dan dalam pengaruh narkoba, alasan ekonomi sampai masalah keluarga.
"Kemajuan zaman yang semakin modern, tidaklah mengurangi jumlah kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan anak. Bentuk dan motif kekerasan tersebut malah semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman," ujar Iriana.