REPUBLIKA.CO.ID, PADANG — Setidaknya 50 ton ikan dilaporkan mati di Danau Maninjau, Agam, Sumatra Barat. Kejadian ini diyakini lantaran cuaca buruk berupa hujan deras dan angin kencang yang terus-terusan terjadi sejak Ahad (26/11) lalu.
Ikan yang mati merupakan ikan budidaya dari keramba jaring apung (KJA) milik 15 pembudidaya di delapan nagari di sekitar Danau Maninjau. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatra Barat, Yosmeri, menyebutkan kerugian yang dialami para pembudidaya paling tidak Rp 750 juta, dengan asumsi harga terendah ikan sebesar Rp 15 ribu per kilogram.
Ia mengungkapkan, sejumlah ikan yang masih bisa diselamatkan 'dipanen' oleh pembudidaya untuk kemudian disalai (diasapkan) atau dijual dengan harga murah. Namun, ia meminta kepada pembudidaya untuk tidak memanfaatkan kembali ikan yang sudah membusuk.
"Yang sudah membusuk dikubur," ujar Yosmeri, Ahad (3/12).
Yosmeri menambahkan, kematian ikan-ikan di Danau Maninjau ini memang karena 'mabuk' gelombang akibat buruknya cuaca beberapa hari belakangan. Gelombang yang cukup kuat mengangkat amonia yang biasanya berada di bawah permukaan danau.
Perlu diketahui, amonia ini terbentuk dari endapan feses ikan dan sisa pakan ikan. Angin kencang mengangkat amonia ke atas permukaan air dan mengurangi kandungan oksigen yang ada. "Itu lah yang kemudian membuat ikan-ikan mati," katanya.
Sebetulnya pemerintah sudah mengingatkan pembudidaya untuk mengurangi aktivitasnya di Danau Maninjau. Hal ini lantaran kondisi perairan danau yang sudah tercemar dengan sisa-sisa pakan di dasar danau.
Sejak Jumat (1/12) lalu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merilis pantauan terhadap Siklon Tropis Dahlia, Bibit Siklon Tropis 93W, dan Bibit Siklon Tropis 97S. Cuaca buruk yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia dalam sepekan terakhir membuat risiko bencana meningkat.
BMKG mengingatkan adanya potensi banjir dan longsor serta gelombang laut yang tinggi bagi nelayan. Tak hanya itu, angin kencang juga dilaporkan terjadi di sejumlah daerah.