REPUBLIKA.CO.ID, SORONG -- Terdapat satu hal yang menjadi momok bagi generasi mendatang, yakni hilangnya hutan sebagai sumber kehidupan sosial maupun kelestarian lingkungan. Ketakutan ini bukanlah hal yang berlebihan, fakta di lapangan menunjukkan bahwa luas area hutan Indonesia dari hari ke hari kian menipis, beralih fungsi menjadi lahan industri kelapa sawit dan berbagai kegiatan dengan motif ekonomi lainnya.
Terlebih bagi hutan Papua (Papua dan Papua Barat) dengan luas yang mencapai 29,4 Juta ha atau 35% dari total luas hutan Indonesia, kini tengah dihadapkan masalah peralihan hutan menjadi lahan atau deforestasi sebesar 110.000 hektare setiap tahunnya. Dikhawatirkan jika deforestasi terus terjadi, akan memicu terjadinya krisis sosial budaya dan ekonomi, penghancuran sumber pangan dan bencana ekologis di tanah Papua.
Menyikapi hal tersebut, dalam tiga tahun terakhir Bentang Nusantara (Bentara) Papua terus berupaya menggalang semangat generasi muda Papua untuk bersatu dan menyatukan langkah menjadi agen perubahan sosial dan lingkungan di tanah Papua. Sebagai langkah konkret, Bentara Papua menginisiasi kegiatan kemah hutan Papua dengan tajuk “Pemuda Menyatu Dengan Alam” #Beradat #Jagahutan di Hutan Lembah Klaso, Kampung Sbaga, Distrik Klaso, Kabupaten Sorong, Papua Barat, 4-13 November 2017 kemarin untuk membangun kesadaran masyarakat, khususnya generasi muda, dalam melakukan penyelamatan hutan yang masih tersisa di Tanah Papua.
Manajer Program Bentara Papua Yanuaris Anouw, mengungkapkan kegiatan Kemah Hutan Papua #beradat #jagahutan ini berupaya mengajak generasi muda dari berbagai daerah di Papua untuk berkumpul serta mendiskusikan pentingnya hutan bagi masyarakat sekaligus mempelajari cara bagaimana mengkampanyekan pentingnya penyelamatan hutan di tanah Papua yang kondisinya kini terancam dan menjadi incaran perusahaan perkebunan kelapa sawit ataupun kegiatan bermotif ekonomi lainnya. Melalui kegiatan ini, diharapkan akan lahir agen-agen perubahan yang kritis dalam kerja-kerja pelestarian lingkungan dan pendampingan masyarakat, sehingga transformasi sosial dan lingkungan di tanah Papua dapat terwujud.
Sementara, menurut relawan WALHI Sam Rumansara, kegiatan yang berangsung selama 10 hari ini dikemas dengan sangat baik karena menggabungkan diskusi yang menarik dan kegiatan di alam terbuka. “Melalui kegiatan ‘Kemah Hutan Papua’ #Beradat #JagaHutan ini semua pelajar saling belajar, tak ada yang beranggapan lebih pintar ataupun yang kurang pintar, intinya semua saling belajar dan memiliki niatan yang sama untuk menyelamatkan hutan di tanah Papua ini.” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika.
Pemilihan lokasi kegiatan Kemah Hutan Papua di hutan lembah Klaso, Kabupaten Sorong, Papua Barat karena hutan ini merupakan hutan terakhir yang dimiliki suku Moi yang saat ini menghadapi ancaman investasi kelapa sawit sehingga harus ada gerakan untuk menyelamatkan hutan ini.
Menurut Koordinator Kegiatan Kemah Hutan Papua Imam Setiawanm, dengan mengusung tema “Pemuda Menyatu dengan Alam” kegiatan ini berupaya untuk mengembalikan marwah kegiatan penyelamatan hutan pada tempatnya sekaligus berinteraksi dengan masyarakat dan kearifan lokal yang ada di hutan tersebut. “Selama ini banyak kegiatan baik diskusi maupun pelatihan yang berkaitan dengan hutan malah justru dilaksanakan di hotel ataupun gedung mewah, oleh karena itu perlu adanya terobosan untuk menyatu dengan alam agar pemuda lebih mengerti permasalahan di tingkat tapak.” pungkasnya.
Lebih dari itu, pada dasarnya, generasi muda memang harus mampu berpikiran terbuka dan juga kritis agar mereka dapat terlibat dalam segala hal yang berkaitan dengan perencanaan pembangunan sosial dan lingkungan. Jika hal tersebut dapat mereka lakukan, maka permasalahan yang sering terjadi seiring dengan berjalannya pembangunan dapat makin diminimalisir.