Senin 27 Nov 2017 05:33 WIB

Sekjen PDIP: Emil Dardak Bukan Ancaman Gus Ipul-Azwar Anaz

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andi Nur Aminah
Bupati Trenggalek Emil Dardak.
Foto: Republika/Binti Sholikah
Bupati Trenggalek Emil Dardak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan tidak terpengaruh dengan duet pencalonan Pilkada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dengan Emil Dardak, yang merupakan kader PDIP. Bahkan, Hasto menyebut kehadiran Emil tidak memberi ancaman bagi calon yang lebih dulu diusung oleh Partai Golkar yakni Saifullah Yusuf-Abdullah Azwar Anas.

"Oh enggak (ancaman). Kami menampilkan kontestasi yang menarik apalagi kami katakan berkontestasi dengan Demokrat di Jawa Timur buat kami itu seni tersendiri dalam strategi," kata Hasto di Sari Pan Pasific, Jakarta pada Ahad (26/11).

Hasto mengatakan, sejak awal PDIP tidak melirik Emil Dardak sebagai calon wakib gubernur karena Emil diketahui baru dua tahun menjadi Bupati Trenggalek. Dalam komitmennya juga, Emil hendak membuka keterisolasian Trenggalek dalam kepemimpinannya sehingga hal tersebut dihormati oleh PDIP sebagai sosok yang mewakili anak muda modern dan progresif untuk mengabdi pada bangsa dan negara.

Namun saat Emil mulai melirik jabatan lain di dua tahun kepemimpinan di Trenggalek, PDIP terlalu riskan secara tata kaderisasi untuk mencalonkan Emil. "Proses memimpin diperlukan mentaliter, pengalaman, bukan sekadar loncatan jabatan. Semua ada tahapannya. Bagi kami jenjang peningkatan karir ditentukan oleh keinginan rakyat. Bukan keinginan pribadi. Kan baru dua tahun," kata Hasto.

Hasto melanjutkan, sebelumnya tim dari Emil juga sempat berkomunikasi terkait keinginan tersebut. Namun dengan sejumlah pertimbangan tidak dapat dipenuhi oleh partai banteng tersebut. Namun baru diketahui setelahnya ternyata, Emil Dardak menjadi pendamping Khofifah yang sudah didukung oleh Partai Demokrat dan Partai Golkar.

"Jadi yang bersangkutan kontak ke saya karena saya aktif juga menanyakan keseriusan dia tapi ketika seseorang sudah memilih pada jalannya oleh mekanisme disiplin partai maka kemudian ya diberikan sanksi," kata Hasto.

Ia juga sempat kembali menyinggung Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang dianggapnya menerapkan strategi outsourcing sebagai jalan pintas karena tak memiliki kader mudanya. "Bahwa di situ gimana Pak SBY menerapkan politik outsourcing. Kami tidak terpancing, kami tetap setia pada jalan kaderisasi karena itu juga menunjukkan trek seorang pemimpin, tiap pemimpim itu memilih jalannya sendiri jadi itu tidak akan mengurangi niat kami untuk membuka diri untik melatih pemimpin," kata Hasto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement