Jumat 24 Nov 2017 18:45 WIB

Pengamat: Golkar Harus Belajar dari PKS dan Demokrat

Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (tengah) berjalan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/11).
Foto: Mahmud Muhyidin/Republika
Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (tengah) berjalan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat politik dari Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai Partai Golkar terlalu bertele-tele dalam memutuskan soal status Setya Novanto, baik sebagai Ketua Umum Golkar maupun sebagai Ketua DPR. Menurutnya Golkar harus belajar dari Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terkait ketua umumnya yang terjerat kasus korupsi.

“Saat Luthfi Hasan Ishaq terjerat kasus daging sapi, PKS langsung berhentikan. Memang ada azas praduga tak bersalah tapi ada tradisi politik yang bagus dan hal ini tidak diikuti Golkar. Termasuk Anas (Urbaningrum) juga langsung diganti Demokrat saat terkena kasus,” kata Pangi dalam acara diskusi Daksa Forum di Jakarta, Jumat (24/11).

Pangi menjelaskan dalam UU MD3, ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk mengganti Ketua DPR yaitu karena berhenti dan diberhentikan, meninggal dunia serta karena berhalangan tetap. Jadi tidak perlu menunggu sampai putusan inkrah untuk mengganti Setya Novanto karena akan memakan waktu lama sementara citra DPR akan terus memburuk.

Ia mempertanyakan kenapa berbagai pihak terkesan diam dengan adanya kasus Setya Novanto, baik dari para pengurus DPP Golkar maupun dari Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR. “Apakah pengurus Golkar tidak ada hati nurani. Ada pa dengan pengurus Golkar?” ujarnya.

Ia pun meminta kepada tokoh-tokoh senior di Partai Golkar seperti Akbar Tandjung, Jusuf Kalla maupun BJ Habibie untuk memutuskan soal kasus Setnov ini. “Akbar Tandjung, BJ Habibie dan termasuk Jusuf Kalla juga harus duduk bersama. Kepentingan pribadi harus dikubur, Golkar harus diselamatkan,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement