Jumat 24 Nov 2017 08:44 WIB

Golkar 
Coopetition: Idrus Marham versus Airlangga Hartato

Pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham (tengah) menyerahkan surat rekomendasi dukungan dari DPP Golkar kepada Calon Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Calon Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Rabu (22/11).
Foto:
Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid (tengah) bersama Sekjen Idrus Marham (ketiga kanan) dan sejumlah ketua koordinator bidang melaksanakan rapat pleno di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Selasa (21/11).

Di dunia bisnis, situasi seperti ini terjadi antara mobil citroen dan toyota. Dua jenis mobil ini memilih kerjasama untuk riset dan memproduksi satu komponen penting mobil yang bisa membuat kualitas mobil mereka melompat.

Komponen bersama yang mereka hasilkan secara kerja sama sangat membantu kedua jenis mobil itu. Citroen pun meningkat menjad Peugeout 107 dan Citroen C1. Sementara komponen yang sama meningkatkan toyota menjadi Toyota Aygo.

Setelah keluar dua produk baru, hasil kerjasama, masing masing jenis mobil itu kembali berkompetisi berebut pembeli. Kerjasama tak menghalangi persaingan. Atau persaingan mereka ternyata lebih produktif dengan mencari elemen yang bisa dikerjasamakan.

Kasus Citroen dan Toyota itu contoh kerjasama ada di awal lalu diakhiri dengan persaingan. Bisa juga persaingan itu di awal tapi diakhiri dengan kerjasama.

Saya membayangkan team Idrus Marham dan team Airlangga Hartoto memilih coopetition itu. Mereka bersepakat bersaing di Munaslub. Namun sudah ada juga pembicaraan di awal. Siapapun yang terpilih, dua tokoh ini tetap bekerja sama dengan saling mengajak, demi konsolidasi Golkar yang lebih cepat dan kuat.

Posisi apa yang disepakati untuk Airlangga Hartato jika Idrus menang? Atau posisi apa yang disepakati untuk Idrus Marham jika Airlangga yang menang? Soal itu biarlah menjadi kesepakatan mereka.

Jika ini terjadi, coopetition yang mereka mulai akan menjadi tradisi politik yang sehat terutama untuk partai dan masyarakat yang terfragmentasi.

Konsolidasi Golkar akan lebih cepat terjadi. Semua potensi kekuatan di balik dua tokoh itu akan bersinerji, bukan saling meniadakan. Paska Munaslub, Golkar cepat terkonsolidasi.

Kerja selanjutnya, tinggal membuat ikhtiar agar Golkar keluar dengan branding baru paska Munaslub.

Bagaimana jika Setya Novanto menang di pra peradilan dan Munaslub tidak terjadi? Dengan sendirinya coopetion antara Idrus Marham vesus Airlangga Hartato juga tak terjadi.

Mungkinkah Setya Novanto menang di pra peradilan dan tiada munaslub di Golkar hingga 2019? Itu sudah di luar analisa tulisan yang berjudul Coopetition ini,

 

*DR Denny JA, Pendiri LSI

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement