Senin 20 Nov 2017 06:00 WIB

DPR dan Golkar Didesak Pecat Setnov Setelah Ditahan KPK

Setya Novanto memasuki Gedung KPK, Ahad (19/11) malam.
Foto: Iman Firmansyah
Setya Novanto memasuki Gedung KPK, Ahad (19/11) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia mendesak Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI segara bergerak  menggelar sidang untuk memberhentikan Setya Novanto dari Ketua dan anggota DPR. Setnov dipandang selain tidak cakap karena cacat moral, juga sudah tidak bisa menjalankan tugasnya secara normal sebagai pimpinan DPR karena sudah berstatus tahanan KPK.

Selain MKD, partai Golkar juga didesak ikut bertanggungjawab dengan segera menarik Setno di gedung DPR. Bila tidak maka publik akan mempersepsipkan Partai Golkar sebagai partai yang melindungi tersangka korupsi. Direktur Eksekutif Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia, Syamsuddin Alimsyah menjelaskan sesuai dengan UU MD3 17 tahun 2014 serta Peraturan Tata Tertib DPRRI Nomor 1 tahun 2014 mengatur beberapa alasan seorang pimpinan anggota DPR berhenti atau diberhentikan.

Salah satunya adalah karena dipandang sudah tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai pimpinan DPR. "Dengan status tahanan KPK sekarang secara otomatis Setno dianggap sudah tidak mungkin lagi bisa memghadiri rapat rapat apalagi memimpin  persidangan di lembaga DPR. Ingat, KPK tidak memiliki kewenangan SP3 termasuk juga tidak penah ada tejadi ada penangguhan penahanam seorang tahanan di KPK. Alasan ini sudah cukup bagi MKD untuk memberhentikan, memecat dan mengusir Setnov dari lembaga terhormat DPR," ujar Syamsuddin Alimsyah, Senin (20/11).

Selain itu, Syam demikian dia biasa disapa menjelaskan selain MKD, partai Golkar juga harus ikut bertanggungjawab atas sikap bebal Setno yang selama ini bersikukuh bertahan di DPR. Dia mengatakan, Partai Golkar tempat tersangka Setno selama ini bernaung agar segera  bertanggungjawab dengan mengusulkan pemberhentian Setnov sekaligus mengusulkan penggantinya sebagaimana diatur dalam Peraturan DPR Nomor 1 tahun 2014, khususnya pasal 13 ayat 2 huruf d.

"Semakin lambat bergerak, maka publik akan mempersepsikan Golkar sebagai organisaai yang memberi angin surga bagi tersangka korupsi. Golkar sebagai partai tua harusnya belajar dan malu dengan partai lain yang selama ini cepat bergerak bila ada kadernya tersangka korupsi langsung diberhentikan," ujar Syam.

Apalagi, Syam menambahkan, dengan kinerja DPR dibawa kendali Setno selama ini sangat buruk. "Terutama dari produk-produk legislasi dan pengawasannya, tak ada yang prestisius," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement