REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla memiliki kriteria pendamping Presiden Joko Widodo dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024. Hal ini disampaikan Wapres saat sesi diskusi Rapat Kerja Nasional IV Partai Nasional Demokrat di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (16/11).
"Misalnya presiden dari Jawa, wakil presiden dari luar Jawa. Kalau presiden nasional, wakilnya religius. Kalau presidennya politisi biasanya wakilnya harus teknokrat. Itu biasa," ujar JK, sapaan akrab Jusuf Kalla.
Menurut dia, perbedaan latar belakang antara capres dan cawapres bertujuan agar cakupan pemilih menjadi lebih luas. Sebab, jika latar belakang sama, cakupan pemilih bakal lebih sempit.
JK menilai ada kecenderungan masyarakat memilih berdasarkan kesamaan. Ditambah lagi sebagian besar masyarakat Indonesia berdomisili di Pulau Jawa. "Secara logika dari Jawa akan lebih mudah. Tapi ini bukan rasisme karena orang cenderung memilih karena kesamaan," katanya.
Politikus Senior Partai Golongan Karya ini mencontohkan, Amerika Serikat membutuhkan waktu ratusan tahun untuk memiliki presiden keturunan Afro-Amerika, yaitu Barack Obama (2008-2016). Fakta itu menjadi penegas masyarakat akan lebih mudah menjatuhkan pilihan jika memiliki kesamaan.
Dalam kesempatan itu, JK kembali menyampaikan sikap tidak akan mengikuti Pilpres 2019. Ia mengaku ingin beristirahat dan menghabiskan waktu bersama keluarga. "Orang-orang tanya, 'Pak JK masih mau? Maaf saya mau istirahat'," kata JK.
Sebelum ini, JK pun pernah mengutarakan keinginan untuk tidak berpartisipasi dalam Pilpres 2019 pada 23 Mei 2017. Ketika itu, dia menemui Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie yang menyebut Golkar perlu membahas cawapres Jokowi.
Golkar seperti diketahui telah secara resmi menyatakan dukungan kepada Jokowi pada Rapimnas di Jakarta, 28 Juli 2016. Ketika itu, deklarasi partai berlambang pohon beringin dibacakan Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Partai Golkar Yorrys Raweyai.
Kemudian pada acara buka puasa bersama dengan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) di Istana Wakil Presiden, Jakarta, 15 Juni 2016, JK kembali menyampaikan niat serupa.
Selain karena ingin beristirahat, alasan JK adalah ketentuan dalam UUD 1945 yang menyebutkan presiden dan wakil presiden tidak bisa menjabat lebih dari dua kali masa jabatan. Pada Pasal 7 UUD 1945 disebutkan, "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan".
Jokowi-JK terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019 setelah memenangkan Pilpres 2014. Pasangan yang diusung Koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini mengalahkan pasangan dari Koalisi Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, dengan perolehan suara 70.997.833 suara atau 53,15 persen dari total suara sah nasional.
JK memiliki penilaian sendiri terhadap sosok Jokowi. Selama turut berkontribusi dalam pemerintahan, dia merasakan kepemimpinan empat Presiden, yaitu Abdurrahman Wahid (menteri perdagangan dan perindustrian), Megawati Soekarnoputri (menteri koordinator bidang kesejahteraan rakyat), Susilo Bambang Yudhoyono (wakil presiden), dan Jokowi.
"Salah satu yang membedakan adalah keberanian dan kekuatan beliau untuk mengunjungi pelosok bangsa ini dari kabupaten sampai kecamatan," ujar JK. Menurut dia, gaya blusukan Jokowi merupakan upaya untuk mengetahui permasalahan di pelosok negeri.
Selain itu, JK menilai Jokowi sebagai sosok yang sederhana. "Hidup sederhana itulah yang memberikan kekuatan beliau," kata pria yang baru terpilih sebagai ketua umum Dewan Masjid Indonesia ini.