REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat berharap, tahun depan tidak ada lagi warganya yang tinggal di rumah tidak layak huni (Rutilahu). Itulah yang memicu Pemprov Jabar menargetkan pembangunan 100 ribu unit lebih rutilahu hingga akhir 2018.
Dalam skemanya, pembangunan rutilahu di Provinsi Jabar akan dibiayai oleh APBN, APBD Provinsi Jabar, APBD kabupaten/kota setempat, dan swadaya masyarakat. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendata, hingga 2017 ini tinggal 10 persen dari target 100 ribu unit rutilahu yang belum terbangun.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengklaim, kurang dari 10 persen lagi rutilahu yang belum terbangun. ‘’Janji kampanye hampir selesai. Kurang 10 persen lagi,’’ ujar Aher, panggilan akrab ahmad Heryawan, belum lama ini.
Kata Aher, angka sisa rutilahu 10 persen merupakan hasil penghitungan dari Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo. Diakui dia, salah satu janji kampanyenya dalam pemilihan gubernur Jabar 2013, yakni memperbaiki sebanyak 100 ribu rutilahu dalam periode 2013-2018.
Pada 2015 dan 2016, ungkap Aher, pemerintah pusat sempat melarang pemberian bantuan sosial kepada masyarakat dan lembaga yang tidak berbadan hukum. Akibatnya, program pembangunan rutilahu yang berstatus bantuan hibah dan sosial tersebut tidak berjalan maksimal.
Karena persoalan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka pembangunan rutilahu hanya bisa terealisasi 60 ribu unit. Tahun depan, Pemprov Jabar bisa kembali membangun rutilahu hingga 20 ribu unit dan pemerintah pusat membangun 10 ribu unit. Jika digabungkan dengan jumlah rutilahu yang dibangun oleh swadaya masyarakat dan perusahaan, maka jumlahnya akan melebihi 100 ribu unit.
Wakil Gubernur Jabar H Deddy Mizwar menambahkan, program pembangunan Rutilahu sebetulnya tidak cukup jika hanya mengandalkan biaya pemerintah. Selama ini, sumber dana pembangunan dutilahu ditopang juga oleh swadaya masyarakat.
‘’Dana dari pemerintah bersifat stimulan, dan nilainya berkisar Rp 13,5 juta hingga Rp 15 juta untuk per unit,’’ imbuh Demiz, panggilan akrab Deddy Mizwar. Selain menyalurkan dana stimulan, pemerintah juga membentuk fasilitator pengelola bantuan dana, baik dari pemerintah maupun dana swadaya dari masyarakat.
Fasilitator itu, kata dia, ditunjuk dari anggota masyarakat setempat. Kata Demiz, fasilitator akan berfungsi sebagai pengawas dan mengatur penggunaan dana bantuan. Dia menyebutkan, penerima bantuan tidak akan menerima uang tunai, namun menerima barang.
Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Jabar Bambang Rianto menambahkan, besaran bantuan untuk perbaikan rulitahu sebesar Rp 15 juta untuk di perkotaan dan Rp 13,5 juta untuk rutilahu di perdesaan.
Kata Bambang, Pemprov Jabar nantinya hanya memberikan bantuan dana kepada keluarga sasaran. Sementara untuk pengerjaan perbaikan rumah, akan dilakukan pemiliknya dan dengan bantuan masyarakat setempat.
Mengingat adanya pengalihan kewenangan dari pemerintah kabupaten/kota ke provinsi, Bambang mengatakan, beban APBD Jabar semakin banyak. Dengan alokasi anggaran yang tersedia, pihaknya akan membuat prioritas rutilahu yang akan mendapatkan bantuan.
Bambang mengatakan, Pemprov Jabar bakal menyesuaikan dengan data calon penerima dan calon lokasi (CPCL). ‘’Penerima bantuan, harus benar-benar yang membutuhkan,’’ ujarnya.
Stimulan ini diharapkan bisa menggerakkan masyarakat untuk saling membantu. Rumah layak huni, papar Bambang, bisa menjadi indikator tingkat kesehatan masyarakat. Apabila masyarakat sehat, maka bisa mengenyam pendidikan dengan baik. Dengan begitu, imbuh dia, kualitas hidup dan tingkat kesejahteraan masyarakat akan semakin meningkat pula.
Proses pembangunan setiap unit Rutilahu bisa memakan waktu dua hingga tiga bulan. Dikatakan Bambang, ukuran setiap rutilahu yang akan dibangun sangat variatif. ‘’Kami berharap, semua rutilahu di Provinsi Jabar bisa terakomodasi oleh program tersebut,’’ tandasnya.