Kamis 16 Nov 2017 05:44 WIB

Setnov Mangkir, Wapres: Jangan Mengada-ada

Rep: Rizky Jaramaya, Fauziah Mursid/ Red: Elba Damhuri
Ketua DPR Setya Novanto (tengah) berjalan bersama Wakil Ketua Fahri Hamzah (kiri) untuk menghadiri Sidang Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/11).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Ketua DPR Setya Novanto (tengah) berjalan bersama Wakil Ketua Fahri Hamzah (kiri) untuk menghadiri Sidang Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/11).

REPUBLIKA.CO.ID, TANGGERANG – Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) menolak menghadiri panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan KTP-el. Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta yang bersangkutan tidak mencari-cari alasan untuk tidak hadir.

Jusuf Kalla kembali menegaskan, Ketua Umum Partai Golkar tersebut harus menaati aturan hukum yang berlaku. "Harus taat hukumlah, jangan mengada-ada saja," ujar Jusuf Kalla seusai meresmikan Iradiator Gamma Merah Putih di Puspitek Serpong, Rabu (15/11).

Wapres yang juga merupakan kader Partai Golkar itu bukan sekali ini saja mengeluarkan pandangan soal mangkirnya Novanto. Ia sebelumnya juga menyangkal penolakan Novanto menghadiri panggilan KPK dengan dalih pemanggilannya harus mendapatkan izin dari presiden.

Jusuf Kalla menegaskan, KPK tidak perlu meminta izin Presiden Joko Widodo untuk memeriksa anggota DPR karena memiliki undang-undang tersendiri. "Kalau KPK, tidak butuh (izin presiden). Kalau polisi, memang membutuhkan izin. KPK ada UU tersendiri kan, jadi tidak perlu izin presiden," ujar Jusuf Kalla, Selasa (7/11).

Pengacara Ketua DPR RI Setya Novanto, Fredrich Yunadi, menyambangi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dua pasal yang dipersoalkan oleh Fredrich yakni Pasal 12 dan Pasal 46 ayat 1 dan 2.

Jusuf Kalla juga ikut mengomentari upaya pihak Novanto mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang KPK. Dia menilai tindakan itu merupakan upaya dari seseorang yang ingin bebas dari jeratan hukum. "Itu ya namanya usaha. Banyak orang berusaha untuk bebas dengan bermacam-macam (cara). Jadi, selama hukum membolehkan, silakan saja," ujar Jusuf Kalla, Selasa.

Wapres menegaskan, setiap orang yang mempunyai kedudukan hukum boleh mengajukan uji materi ke MK jika tidak setuju atau merasa dirugikan oleh undang-undang terkait. Namun, Jusuf Kalla mempertanyakan mengapa baru sekarang uji materi dilayangkan, sementara Novanto telah mulai dipanggil KPK sejak akhir tahun lalu. "Pertanyaannya, kenapa baru diajukan? Itu pertanyaannya kan?" kata Jusuf Kalla.

Pada kesempatan berbeda, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Fadel Muhammad mengungkap rencana pertemuannya dengan Jusuf Kalla. Pertemuan dengan politisi senior Golkar tersebut kata Fadel, untuk membahas persoalan hukum yang menjerat Novanto.

"Saya mau ketemu Pak Jusuf Kalla dulu. Agenda ini (membahas persoalan Novanto)," ujar Fadel di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu.

Menurut Fadel, Partai Golkar menyerahkan penetapan tersangka Novanto tersebut ke proses hukum. Tindak lanjut dari Partai Golkar juga menunggu proses hukum tersebut. "Kita serahkan ‎proses hukumnya, dari sana baru kita lihat langkah apa yang diambil karena kita enggak bisa intervensi," ujar Fadel.

Anggota Komisi VII DPR tersebut menyebutkan, penetapan tersangka kepada Novanto memang membuat elektabilitas partai berlambang beringin tersebut menurun. Bahkan, sejumlah media menyebut Partai Golkar kini tersandera karena penetapan tersebut.

Namun, kata Fadel, jangan sampai membuat Partai Golkar terburu-buru dalam mengambil keputusan. "Kita tidak boleh membuat keguncangannya lebih parah. Karena golkar ini kan di akar rumputnya kuat, jadi kita biarkan proses hukum," ujar Fadel.

Setya Novanto terpilih sebagai ketua umum Golkar melalui Munaslub Golkar di Bali, tahun lalu. Dalam helatan tersebut, Jusuf Kalla dalam sejumlah kesempatan menyampaikan dukungannya bagi Ade Komarudin yang merupakan pesaing Novanto dalam pemilihan ketua umum.

Di lain pihak, kuasa hukum Novanto, Fredrich Yunadi, meminta Jusuf Kalla tidak perlu memberikan pernyataan terkait Novanto. Menurut Fredrich, pernyataan Wapres justru membuat kegaduhan.

"Kalau Pak JK bilang (pemeriksaan Novanto) enggak perlu (izin presiden), itu kan lucu. Itu yang bikin gaduh siapa? Apa saya? Saya ini kan melaksanakan profesi saya," kata Fredrich saat dihubungi, kemarin.

Juru bicara Wapres, Husain Abdullah, menegaskan, pernyataan pengacara Setya Novanto cenderung menyesatkan dan seolah-olah membangun opini bahwa pemeriksaan ketua DPR harus mendapatkan izin presiden terlebih dahulu. Padahal, dalam ketentuan undang-undang sudah jelas tertulis bahwa pemeriksaan untuk tindak pidana khusus tidak memerlukan izin presiden.

"Pengacara Setya Novanto ini cenderung menyesatkan, sebenarnya. Ini harus publik ketahui bahwa (pemeriksaan) ketua DPR yang menjadi tersangka kasus pidana khusus itu tak harus (mendapatkan) izin presiden," kata Husain.

(Dian Fath Risalah, Tulisan diolah oleh Fitriyan Zamzami).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement