Rabu 15 Nov 2017 19:55 WIB

Pengamat: Mestinya Setnov Lebih Utamakan Pemanggilan KPK

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bayu Hermawan
Ubedilah Badrun
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ubedilah Badrun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun menilai, Setya Novanto (Setnov) semestinya lebih mengutamakan urusan hukum yang sedang menjerat dirinya dibandingkan dengan tugasnya sebagai Ketua DPR RI. Sebab, perkara hukum terkait Setnov penting bagi publik dan penegakan hukum.

"Karena ini menyangkut perkara penting, maka Setya Novanto harus hadir ke KPK, untuk menjelaskan ke KPK itu tentang duduk persoalannya, apa sih yang terjadi pada kasus KTP-El itu," kata dia saat dihubungi Republika, Rabu (15/11).

Menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Sosial (Puspol) Indonesia itu, Setnov jika memang tidak merasa bersalah maka cukup sampaikan ke penyidik KPK sehingga tidak timbul tanda tanya di muka publik.

"Seharusnya sebagai seorang Ketua DPR, Setya Novanto mengikuti aturan hukum saja. Kalau tidak terlibat ya katakan tidak terlibat dalam proses pemanggilan itu. Kenapa kemudian sulit memenuhi panggilan KPK ya artinya ada persoalan di situ," ujar pengajar sosial politik di UNJ ini.

Ada kemungkinan, lanjut Ubedilah, Setnov merasa KPK menegakan hukum secara tembang pilih sehingga terus-menerus mengejar Ketua Umum Golkar itu. "Ya mungkin Setnov ini khawatir tentang langkah KPK yang dinilai mungkin sebagai langkah yang tidak independen dalam penegakan hukum. Tapi itu kan interpretasinya Setnov saja," tuturnya.

Sebab, Ubedilah mengatakan, nalar publik dan nalar hukum menganggap hal yang sebaliknya, yakni bahwa KPK adalah lembaga independen. Karena itu, jika Setnov terus lari dari kejaran KPK, maka juga berarti bahwa Setnov tidak memberikan keteladanan sebagai seorang ketua lembaga negara.

"Kalau tidak datang di pemanggilan KPK itu tentu haknya dia sebagai pribadi dan sebagai subjek hukum, dan sah saja, tapi Setya Novanto adalah tokoh nasional, ketua lembaga negara, sudah sepatutnya beri teladan kepada publik dengan memenuhi panggilan KPK," ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, kuasa hukum Ketua DPR RI Setya Novanto, Fredrich Yunandi menegaskan kliennya tidak akan memenuhi panggilan KPK sebelum adanya putusan dari Mahkamah Konstitusi.

"Daripada kita ribut lalu debat kusir, lebih baik saya uji di MK. Biar MK yang akan memberikan pertimbangan atau putusan, sekiranya apa yang jadi acuan penegak hukum. Sehingga, kita kembalikan apa yang dilakukan KPK terhadap Pansus," ujar Fredrich di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (13/11).

Menurutnya, KPK juga melakukan uji materi terhadap wewenang Pansus untuk memanggilnya. KPK selalu mengabaikan panggilan Pansus dengan alasan menunggu putusan MK. Setelah diputuskan oleh MK, KPK baru akan menentukan sikap memenuhi panggilan Pansus atau tidak.

"Kami juga sekarang mengatakan, klien kami akan menunggu putusan MK untuk menentukan sikap. Apakah beliau bisa ditabrak atau dikesampingkan dari UUD hak imunitasnya, atau dinyatakan wewenang KPK bisa mengesampingkan UU," jelasnya.

Fredrich berharap agar semua pihak menghormati proses hukum yang akan berjalan di MK. Dalam pengajuan permohonan uji materi atas nama kliennya itu, Fredrich menjelaskan, pihaknya menunjukkan 12 set bukti kepada pihak MK. Ia juga sudah meminta agar segera disidangkan supaya tidak menjadi suatu kasus yang menggantung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement