Selasa 14 Nov 2017 20:46 WIB

Politikus Golkar Jelaskan Upaya Pencabutan BAP Kasus KTP-El

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Bendahara Umum bidang jasa keuangan perbankan Partai Golkar Zulhendri Hasan saat tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/11).
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Bendahara Umum bidang jasa keuangan perbankan Partai Golkar Zulhendri Hasan saat tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Bendahara Umum  Bidang Jasa Keuangan Perbankan Partai Golkar, Zulhendri Hasan menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan merintangi proses penyidikan, persidangan, dan memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara KTP elektronik (KTP-el) dengan tersangka anggota DPR RI Markus Nari pada Selasa (14/11). Sedianya, Zulhendri dijadwalkan pada Senin (6/11) lalu, namun dia tidak bisa hadir, sehingga dijadwal ulang pada hari ini.

Usai pemeriksaan dengan penyidik, Zulhendri mengungkapkan materi pemeriksaannya. Kepada penyidik, ia mengakui pernah  mendengar adanya upaya pencabutan berita acara pemeriksaan (BAP) kasus korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el).

Namun, sambung Zul,  tak benar bila dirinya yang menyampaikan peran Ketua Bidang Hukum dan HAM Golkar Rudi Alfonso dalam mengatur saksi memberi keterangan palsu dan pencabutan BAP anggota DPR  Miryam S Haryani sebagaimana yang disampaikan pengacara Farhat Abbas dan Elza Syarief ketika bersaksi di persidangan Miryam beberapa waktu lalu.

"Adanya konstruksi pencabutan BAP itu saya justru tahu dari saudara Farhat Abbas," ujar Zulhendri di Gedung KPK Jakarta, Selasa (14/11).

Dalam kesempatan tersebut Zulhendri mengungkapkan, melakukan komunikasi dengan  Farhat sebanyak dua kali yakni beberapa hari setelah Rapimnas Partai Golkar dan kedua saat Novanto berada di Balikpapan. Dalam percakapan itu, Farhat  sempat menanyakan aman atau tidaknya Novanto di kasus korupsi KTP-el bila adanya pencabutan BAP.

Justru, sambung Zulhendri, pada saat Farhat menanyakan kepada dirinya, ia menyarankan kepada Farhat bahwa pencabutan BAP Miryam dalam persidangan tak menjamin Ketua DPR Setya Novanto aman dalam kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun tersebut.

"Saya berpandangan kalau dicabut itu BAP (Miryam), itu tidak akan mempengaruhi posisi pak Novanto. Karena apa? Penyidik itu enggak bodoh saya bilang,"  katanya.

Pada persidangan 22 Agustus 2017 lalu, pengacara Elza Syarif membenarkan keterangan soal percakapan antara Farhat Abbas dengan seorang bernama Zul yang disebut sebagai seorang petinggi Golkar di bidang hukum. Dalam pembicaraan Zul dan Farhat Abbas, Elza mendengar bahwa Zul tidak setuju dengan cara-cara Rudi Alfonso terkait perkara KTP-el karena Rudi merancang agar saksi-saksi mencabut keterangan dalam pesidangan.

"Saya dengan percakapan itu di mobil dialog mereka karena mereka menggunakan 'hands free', terus saya bilang sama Farhat mungkin dia (Zul) iri sama Rudi karena Rudy tiba-tiba menjadi ketua mahkamah partai (Golkar) menggantikan Pak Muladi, padahal dia (Rudi) baru pernah terkena kasus di Batam, saya dengarkan cerita saja," kata Elza dalam kesaksiannya pada 22 Agustus 2017.

Kemudian, pada persidangan 04 September 2017, Farhat Abbas mengaku pernah berkomunikasi dengan Zulhendri Hasan terkait posisi Setya Novanto dalam kasus proyek pengadaan KTP-el.

Markus Nari disangkakan pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement