REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai perlu membuat peraturan perundang-undangan untuk mengatur hak umat beragama, termasuk di dalamnya penganut kepercayaan yang selama ini belum ada aturannya. "Pemerintah harus segera menyusun peraturan perundang-undangan yang mengatur hal itu," kata pakar hukum dari Universitas Islam Negeri Jakarta, Amirsyah Tambunan pasca-dikabulkannya permohonan uji materi pengosongan kolom agama bagi penganut kepercayaan oleh Mahkamah Konstitusi pada Selasa (7/11) siang tadi.
Kepada Republika.co.id, mengatakan, sesuai dengan UU No 1 PNPS Tahun 1965Tentang Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama, bahwa penganut kepercayaan tidak diatur dalam UU tersebut. Walaupun ia mengatakan prinsip penganut kepercayaan itu termasuk equality before the law atau memiliki kedudukan yang sama dalam hukum.
"Masalahnya dia (penganut kepercayaan) tidak pada kategori agama sebagaimana yang diakuin. Sesuai dengan undang-undang PNPS No 1 tahun 65 kan ada enam, Agama Islam, Kristen Katolik, Protestan, Hindu, Buhda, Kong Hu Chu, iya kan. Sementara penganut kepercayaan tidak masuk dalam kategori itu," kata Amirsyah yang juga merupakan Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sehingga menurutnya, pemerintah harus memberikan penegasan terhadap legal standing. Agar, kata dia, penganut kepercayaan yang belum masuk dalam kategori agama yang diakui oleh negara memiliki penegasan dalam undang-undang.
Ia juga mengatakan suatu aliran kepercayaan merupakan wilayah domain internal komunitas aliran kepercayaan atau yang disebut dengan internum. "Jadi negara tidak termasuk dalam wilayah itu," katanya.
Tapi, kata dia, negara hanya pada wilayah eksternum. "Di mana hak-hak warga negaranya yang harus dilindungi," ucap dia.
Namun, dengan tegas ia mengatakan tidak setuju dengan putusan MK mengenai penganut kepercayaan dicantumkan dalam kolom agama pada KTP-el. "Karena alasan saya secara peraturan perundang-undangan itu belum jelas apa kategori aliran kepercayaan itu."
Menurutnya, dengan ditetapkannya putusan tersebut, maka akan banyak aliran kepercayaan yang akan muncul. "Akan banyak nanti pengakuan-pengakuan itu. Nah disini problemnya ini. Ini salah satu problem pasca-adanya keputusan MK itu," tambahnya.