REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK), terkait pencantuman status penghayat kepercayaan dalam kolom agama di KTP-Elektronik dan Kartu keluarga. "Saya kira itu langkah yang baik dan positif ya, karena memang itu yang diharapkan oleh para penghayat kepercayaan selama ini," ujar Direktur Pembinaan Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Kemendikbud, Sri Hartini ketika dihubungi Republika, Selasa (7/11).
Sri menegaskan, Undang-undang Administrasi Kependudukan (Adminduk) Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) memang tidak sesuai dengan amanat pada Undang-undang Dasar 1945. Sri juga menilai, putusan MK tersebut akan bisa memperbaiki masa depan para penghayat kepercayaan. "Misalnya, saat penghayat kepercayaan ingin menjadi TNI dan polri, dan kolom agama di KTP kosong kan itu langsung gugur. Nah kalau sudah diakui, itu tidak akan begitu," kata Sri menjelaskan.
Sri juga mengatakan, hingga kini penghayat kepercayaan masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Karena itu, dia berharap putusan MK ini bisa memenuhi hak-hak dasar manusia, khususnya terkait kepercayaan. "Dan saya rasa pemerintah akan mendukung putusan MK ini," tegas dia.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan permohonan uji materi terkait Undang-undang (UU) Administrasi Kependudukan (Adminduk), Selasa (7/11). Majelis Hakim menyatakan, kata 'agama' dalam pasal 61 ayat (1) serta pasal 64 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Adminduk bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.