REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution menyatakan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir tidak tepat dijadikan pembanding untuk menyimpulkan bahwa pembentukan tim pencari fakta kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan tidak diperlukan. Sebab, dua kasus tersebut pun berbeda dari konteks pemerintahannya.
"Suasananya berbeda. Saya kira kalau soal Munir itu kan rekomendasi timnya sudah clear. Tinggal itu pelaksanaannya," kata dia saat dikonfirmasi, Senin (6/11).
Maneger juga menjelaskan, rekomendasi yang dibuat tim pencari fakta kasus pembunuhan Munir tidak ditindaklanjuti oleh pemerintahan saat itu. "Hanya political will pemerintahnya yang kemudian tidak melakukan isi rekomendasi secara baik," ujarnya.
Karena itu, pembentukan tim pencari fakta untuk kasus Novel ini relevan untuk dibentuk. Namun, tentu saja semangatnya bukan untuk menghilangkan peran kepolisian dalam menangani kasus tersebut.
"Yang menjadi kendala bukan pada tataran teknis, tapi yang jadi problem kan soal nonteknis. Kalau tim ini dibentuk, kita meyakini publik akan mendukung secara penuh kebijakan Presiden Jokowi dan tim itu akan mendapat dukungan luar biasa dari publik," katanya.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti tidak menyarankan penanganan kasus penyerangan Novel Baswedan diserahkan kepada tim gabungan pencari fakta (TGPF). "Kami tidak merekomendasikan penanganan kasus Novel oleh TGPF atau TPF (tim pencari fakta)," kata dia.
Poengky mengungkapkan, Kompolnas tidak merekomendasikan karena berkaca pada pengalaman mengurai kasus pembunuhan Munir pada 2004 lalu. Pemerintahan saat itu, sempat membuat TPF untuk menyelidiki apa yang terjadi di balik kematian Munir.
Sayangnya, penyelidikan TPF tidak bisa menembus Badan Intelijen Negara (BIN). Sebab pihak BIN tidak bersedia hadir saat dipanggil TPF Munir untuk dimintai keterangan. Karena itu, tidak ada orang-orang dari kalangan BIN yang diperiksa oleh anggota TPF Munir. "Ini jelas merepotkan," ujarnya.