REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri menyatakan belum membutuhkan tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mengungkap kasus penyerangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. Polri menyatakan masih bersungguh-sungguh menuntaskan kasus ini.
"Jadi untuk TGPF ini jangan dibiasakan. Nanti siapapun yang merasa agak lama penanganan kasusnya menuntut TGPF. Jadi bukan hak spesial kasusnya Novel ini saja semua orang punya hak yang sama," ujar Kepala Biri Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta, Senin (6/11).
Rikwanto memastikan, penyidik telah bekerja semaksimal mungkin mengungkap kasus tersebut. Bila saksi maupun korban memiliki informasi, diharapkan agar segera menyerahkan informasi tersebut kepada penyidik agsr dapat segera melakukan pengungkapan.
"Jadi jangan kalau punya bukti, punya informasi, bahan bagus mengungkap, tapi dipegang saja, dengan alasan nanti di TGPF saya buka, ya itu namanya menghambat, malah memperlama," katanya.
Mantan kabid humas Polda Metro Jaya ini juga menyatakan, dari puluhan saksi dan ratusan CCTV yang diperiksa, hingga kini belum ada yang cukup kuat untuk dijadikan sebagau pelaku. Rikwanto berharap, agar masyarakat juga mendukung upaya polisi dengan tidak mengungkapkan spekulasi-spekulasi liar.
"Jangan malah memperkeruh denhan prasangka-prasangka, yang prasangka itu kalau dikejar juga nggak ada juga dasarnya," kata Rikwanto.
Rikwanto menambahkan, penyidik telah dua kali bertolak ke Singapura untuk meminta keterangan Novel soal pernyataannya tentang dugaan keterlibatan jenderal kepada media. Namun, penyidik tidak mendapatkan jawaban yang membantu. "Penyidik berharap itu jadi sumber pengungkapan, tapi malah tidak dapat apa apa," kata Rikwanto.
Novel Baswedan mengalami penyerangan berupa penyiraman air keras berjenis Asam Sulfat atau H2SO4 pada Selasa (11/4). Sampai saat ini, pria yang menangani kasus megakorupsi proyek KTP-el itu pun kini menjalani perawatan intensif di Singapura untuk menyembuhkan penglihatannya imbas penyerangan itu.