Ahad 05 Nov 2017 10:20 WIB

Kasus Novel Baswedan, Kompolnas Terus Pantau Polisi

Rep: Mabruroh, Arif Satrio/ Red: Elba Damhuri
Istri penyiidik KPK Novel Baswedan, Rina Emilda besama rekan dan tim kuasa hukum memberikan keterangan pers di kediamannya, Jakarta, Senin (28/8).
Foto: Republika/Prayogi
Istri penyiidik KPK Novel Baswedan, Rina Emilda besama rekan dan tim kuasa hukum memberikan keterangan pers di kediamannya, Jakarta, Senin (28/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) memastikan terus memantau kinerja kepolisian agar tetap bekerja profesional dalam menyelesasikan kasus Novel Baswedan. Lembaga ini juga berjanji akan mengungkapkan kepada publik jika terdapat perkembangan terkait penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.

"Ada hal yang bisa dibuka publik, ada yang tidak. Kami sampaikan berkala," kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu (4/10).

Dia mengatakan, pengungkapan kasus Novel sebaiknya dipercayakan kepada proses teknis yang dilakukan kepolisian. Pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) pun dinilainya akan bermuara lagi kepada kepolisian sebagai penyidik.

"Kita membutuhkan peran serta semua pihak untuk mengungkap kasus ini. Saya pribadi belajar pada kasus Munir. Dulu ada TPF Munir, tapi ujung-ujungnya dikasih ke polisi juga," ujar dia.

Poengky mengakui, kepolisian menghadapi kesulitan dalam kasus ini karena belum terciptanya kerja sama dengan semua pihak. Novel sebagai korban penyerangan pun dianggap belum membuka diri sepenuhnya kepada kepolisian. "Dulu Pak Novel menyebut ada indikasi jenderal terlibat, tapi Novel juga tidak berbicara," kata Poengky.

Memang, Poengky tidak menampik, ada kemungkinan Novel bersikap demikian karena merasa tidak percaya kepada kepolisian. "Tapi, polisi itu penyelidikan berdasarkan KUHAP, di BAP," kata dia. Oleh karena itu, keterangan sekecil apa pun dapat membantu kepolisian mengungkap penyerangan tersebut.

Poengky masih menilai penyidikan yang dilakukan polisi berjalan sebagaimana mestinya. "Polisi dalam kasus ini masih on the right track," ujar dia.

Berdasarkan audiensi, kata dia, didapati data bahwa polisi telah memeriksa sekitar 60 saksi. "Mereka (polisi) benar-benar melakukan scientific investigation. Mereka juga meminta bantuan federal police, mereka tidak main-main," kata Poengky.

Novel Baswedan mengalami penyerangan berupa penyiraman air keras berjenis asam sulfat atau H2SO4 pada Selasa (11/4). Sampai saat ini, pria yang menangani kasus megakorupsi KTP-el itu masih menjalani perawatan intensif di Singapura untuk menyembuhkan penglihatannya akibat imbas penyerangan itu.

Kasus Novel saat ini berada dalam penanganan Polda Metro Jaya. Enam bulan usai penyiraman, bukti yang diperoleh polisi masih belum bisa menunjukkan titik terang pelaku penyiraman Novel meski salah satu sketsa wajah terduga pelaku telah dibuat. Satu sketsa lainnya masih dalam tahap penyelesaian.

Karopenmas Polri Brigjen Rikwanto menjelaskan, penyidik Polda Metro Jaya dibantu Bareskrim Polri sampai saat ini masih terus berupaya mengungkap dan akan terus mencari pelaku penyiraman Novel. Polisi pun berharap adanya masukan informasi yang signifikan dari masyarakat, korban, atau pihak lain sebagai bahan untuk mengungkap kasus tersebut.

"Pengungkapan suatu perkara pidana kadang kala hanya masalah waktu saja. Ada yang cepat, ada cukup lama, bahkan ada yang lama sekali baru terungkap karena tingkat kesulitannya yang berbeda satu sama lain," ujar Rikwanto.

Rikwanto menegaskan, Polda Metro Jaya sudah melakukan pekerjaan dengan sungguh-sungguh. "Lima orang sudah diamanakan dan digunakan scientific investigation untuk menguji alibi masing-masing dan disimpulkan hasilnya mereka tidak terlibat," kata Rikwanto.

Hanya saja, tambah dia, peristiwa pidana yang terjadi di lapangan memiliki tingkat kesulitan yang berbeda antara satu dan yang lain. "Dan ini terjadi pada banyak kasus yang ditangani penyidik, tidak terkecuali untuk kasus yang menimpa Novel Baswedan," ujar dia.

Ketua Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai pimpinan KPK harus bersikap tegas mendukung wacana pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) kasus Novel. "Bayangkan, penyidik KPK (Novel) diserang, dia yang sebagai ketua atau pimpinan KPK harusnya menyambung aspirasi pegawai," ujar Isnur, Sabtu.

Serangan terhadap Novel Baswedan dinilainya sebagai serangan terhadap institusi KPK itu sendiri. Untuk itu, jajaran pimpinan KPK harus meningkatkan dukungan terhadap wacana pembentukan TGPF.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menilai, pimpinan KPK kurang vokal dalam mendorong pengungkapan kasus Novel. "Saya tidak bilang pengecut, ya. Pimpinan KPK sifatnya harus terang, //lho//, sampaikan ke presiden kalau ini (penyerangan Novel) sudah tidak normal," ujar Dahnil.

Dimensi politik

Mantan ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menilai pembentukan TGPF kasus Novel memang diperlukan. Alasannya, dalam kasus ini bukan hanya persoalan teknis yang diungkap kepolisian. "Kasus ini berdimensi politis sehingga tidak bisa dilakukan secara teknis saja," ujar Ifdhal.

Menurut dia, terdapat sejumlah variabel yang membuat publik mempertanyakan penyebab Novel sampai diserang dengan air keras. Untuk itu, TGPF mutlak diperlukan. "Agar publik menepiskan anggapan negatif pada kepolisian, memang membentuk TGPF menjadi masuk akal dan perlu dikembangkan," kata Ifdhal.

Untuk saat ini, menurut Ifdhal, Presiden Joko Widodo masih dalam tahap memercayai proses penyelidikan pidana kepolisian. Untuk mempercepat proses itu, Presiden pun memanggil Kapolri untuk memantau laju penyidikan. Namun, dengan adanya TGPF, laju penyidikan diharapkan bisa dipercepat lagi.

"Nanti TGPF hasilnya berupa rekomendasi yang bisa ditelusuri lebih jauh pada polisi," ujarnya.

Sementara, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang meragukan pembentukan TGPF akan mampu menemukan fakta baru. "Kalau memang perlu tim seperti itu dibentuk, saya berpandangan apakah itu efisien? Apakah itu efektif?" kata Saut, Sabtu.

Dia mengatakan, membantu Polri tidak harus dengan membentuk tim pencari fakta. Berkaca dari pengalaman sebelumnya, tim seperti itu justru tidak menemukan sesuatu yang baru yang bisa ditindaklanjuti.

"Sekian lama (belum terungkap) bukan berarti tidak ada upaya-upaya berlanjut. Contohnya sekarang sudah kumpulin video di sekitar yang dilalui, tapi tidak ketemu. Jadi, ini kita perlu kesabaran," tutur Saut.

Meski pimpinan KPK masih belum satu suara terkait pembentukan TGPF, Saut menjelaskan, lembaga antirasywah itu tetap akan melakukan pengawalan hingga kasus penyiraman terungkap.

(Febrianto Adi Saputro,  Tulisan diolah oleh: Mansyur Faqih).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement