REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Kemananan siber dari CissRec Pratama Persadha menilai program registrasi ulang kartu SIM dari Kemenkominfo perlu memberi jaminan keamanan data kepada masyarakat. Menurut dia, masyarakat bukan curiga kepada pemerintah soal penyalahgunaan data mereka.
"Bukan curiga tapi was-was aja, karena belum ada penjelasan dari pemerintah siapa yang nyimpan (data), simpannya di mana? apakah di masing-masing operator, Dukcapil, Kominfo? Ada keamanan?," kata Pratama dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (4/11).
Selain itu, kata dia, tidak ada ancaman hukuman yang menghimpun terkait kelembagaan yang menyimpan data masyarakat. Pemerintah tidak menerapkan hukuman maksimal untuk individu ataupun instansi penyimpan data.
"Contoh misal kartu kredit mensyaratkan fotocopy KTP, KK, lalu ditaruh di meja saja, ketika orang melihat itu, orang bisa memanfaatkan, ini yang membuat masyarakat was-was, dan ini berkaitan dengam nomor telpon," ujarnya.
Dia meyakini maksud program pemerintah bukan untuk membelenggu mesyarakat. Program ini menurutnya memang harus didukung bersama. Tetapi masalahnya harus ada jaminan keamanan dari pemerintah, jangan sampai bisa disalahgunakan.
Sangat disayangkan, menurut dia, apabila program yang sudah sebagus ini tidak dimaksimalkan sistemnya. Harus ada sistem proaktif juga dari operator atau penyedia jasa layanan kartu SIM untuk memberikan informasi kepada pelanggan. Jangan sampai juga, kata dia, sistem yang bermaksud melindungi masyarakat malah menyusahkan masyarakat.
"Saya coba memakai data orang lain berhasil registrasi, meskipun untuk mengubahnya saya harus pergi ke operator, harus disempurnakan, harus ada sistem unregister, ini yang diperbaiki," kata dia.