Jumat 03 Nov 2017 21:08 WIB

KPK Bantah Gembar-gemborkan Penetapan Tersangka Kasus AW 101

Juru Bicara Febri Diansyah memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (6/9).
Foto: Antara/Makna Zaezar
Juru Bicara Febri Diansyah memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (6/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah telah menggembor-gemborkan penetapan Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI Angkutan Udara Tahun 2016-2017. Hal tersebut sebagai respons atas salah satu poin permohonan yang dibacakan tim kuasa hukum Irfan Kurnia Saleh di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/11).

"KPK dianggap menggembor-gemborkan penetapan tersangka dengan kebiasaan melakukan konferensi pers saat penetapan tersangka bahkan dengan melibatkan POM TNI atau instansi terkait lainnya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta.

Menurut Febri, kebiasaan melakukan konferensi pers tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan asas transparansi KPK kepada publik. Ia menyatakan dalam konferensi pers tersebut terdapat pernyataan pimpinan yang mengatakan  KPK mendukung penuntasan perkara yang dilakukan POM TNI mengesankan bahwa posisi KPK berada di bawah TNI.

"Hal ini tidak benar, karena KPK dan TNI menjalankan kewenangan berdasarkan aturan hukum yang ada dan dari sejumlah perkara yang ditangani sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap yang dapat dijadikan rujukan, misalnya kasus cek pelawat," ujarnya.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dipimpin Hakim Tunggal Kusno menggelar sidang perdana Irfan Kurnia Saleh, yang merupakan tersangka dari unsur swasta dalam kasus tersebut pada Jumat. Dalam permohonannya, tim Kuasa Hukum juga menyatakan penetapan kliennya itu sebagai tersangka tidak sah karena tidak pernah dilakukan pemeriksaan sebagai calon tersangka dan/atau ditetapkan sebagai tersangka sebelum dilakukannya proses penyidikan oleh KPK.

Selain itu, Irfan Kurnia Saleh juga mempermasalahkan bahwa penetapan tersangka kliennya itu tidak sah dan tidak berdasarkan hukum karena belum ada penghitungan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kemudian, tidak adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Pertahanan dalam penyidikan perkara koneksitas terhadap Irfan Kurnia Saleh.

Sidang lanjutan praperadilan Irfan Kurnia Saleh yang dipimpin Hakim Tunggal Kusno akan dilanjutkan pada Senin (6/11) dengan agenda jawaban dari pihak termohon dalam hal ini KPK. Sebelumnya, POM TNI menetapkan lima tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI Angkutan Udara Tahun 2016-2017.

Lima tersangka itu, yakni anggota TNI AU yaitu atas nama Kolonel Kal FTS SE sebagai Kepala Unit Pelayanan Pengadaan, Marsekal Madya TNI FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa, Letkol admisitrasi WW selaku pejabat pemegang kas atau pekas, Pelda (Pembantu letnan dua) SS staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, dan Marsda TNI SB selaku asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara.

KPK juga menetapkan satu orang tersangka dari unsur swasta dalam penyidikan kasus tersebut, yakni Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh. Irfan Kurnia Saleh diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU Tahun 2016-2017. Akibatnya, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar.

Irfan Kurnia Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pada April 2016, TNI AU mengadakan pengadaan satu unit helikopter angkut AW-101 dengan menggunakan metode pemilihan khusus, yang artinya proses lelang harus diikuti oleh dua perusahaan peserta lelang.

Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri juga diduga sebagai pengendali PT Karya Cipta Gemilang mengikuti proses pemilihan dengan menyertakan kedua perusahaan tersebut. KPK menduga sebelum proses lelang dilakukan, tersangka Irfan Kurnia Saleh sudah melakukan perikatan kontrak dengan AgustaWestland sebagai produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak sekitar Rp 514 miliar.

Pada bulan Juli 2016 dilakukan penunjukan pengumuman, yaitu PT Diratama Jaya Mandiri dan dilanjutkan dengan kontrak antara TNI AU dengan PT DJM dengan nilai kontrak Rp738 miliar. Pengiriman helikopter dilakukan sekitar bulan Februari 2017.

PT Diratama Jaya Mandiri adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa peralatan militer non-senjata yang juga memegang lisensi dari Amerika Serikat untuk terlibat dalam bisnis di bawah Peraturan Kontrol Ekspor peralatan militer dari AS dan Lisensi (Big Trade Business Licence "SIUP").

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement