Sabtu 04 Nov 2017 07:11 WIB

Ondel-Ondel Jalanan, Sukma Kencana tak Lelah Susuri Ibu Kota

Rep: Farah Noersativa/ Red: Budi Raharjo
Ondel-Ondel Sukma Kencana
Foto:
Ondel-Ondel

Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta (Dinsos DKI) menyebut kelompok Ondel-Ondel penghibur sebagai pengamen Ondel-Ondel. Ini berarti masuk dalam daftar Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).

Kepala Dinsos DKI, Masrukhan, mengatakan penertiban PMKS terutama pengamen Ondel-Ondel, telah dilakukan dengan cara membuat zona-zona terlarang bagi mereka. Zona 1 adalah jalan protokol dan jalan-jalan yang dilewati oleh tamu negara.

Zona 2 merupakan lingkungan umum yang diperuntukkan bagi akses fasilitas umum seperti Rumah Sakit dan stasiun, tempat ibadah dan jembatan. Kedua zona itu terlarang bagi pengamen. "Mereka mereka diperbolehkan beroperasi pada Zona 3, yakni di lingkungan perumahan dan perkampungan," kata dia.

Dalam menertibkan, Masrukhan mengakui pihaknya tak segan melakukan penyitaan terhadap alat-alat untuk mengamen, termasuk Ondel-Ondel. “Bila terjangkau, barang-barang akan kita sita, dan kita kembalikan bila memang ada surat pernyataan jaminan untuk tidak mengamen lagi,” ujarnya menjelaskan.

Data dari Dinsos DKI, sejak Januari hingga September 2017, tercatat hanya enam orang saja pengamen Ondel-Ondel yang terjaring Dinsos. “Hal ini bukan berarti mereka (pengamen Ondel-Ondel) mematuhi aturan. Tapi karena memang takut dengan Dinsos, sehingga menghindar,” kata Aminullah, Staf Rehabilitasi Tuna Sosial dan Korban Tindak Kekerasan, Dinsos DKI, menambahkan.

Ditemui di kantor kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, Amin mengatakan fakta di lapangan, pengamen Ondel-Ondel sering bermain di jam-jam yang sepi razia. Terlebih, petugas Satgas Pelayanan, Pengawasan, dan Pengendalian Sosial (P3S) Dinsos DKI memiliki jam kerja terbatas. "Mereka sering memanfaatkan waktu-waktu lengah kami,” ujarnya.

Dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta No 8 tahun 2007 (Perda No8/2007) tentang ketertiban umum, pasal 47 ayat 1 menyebutkan perihal pelarangan masyarakat menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil. Berdasarkan perda ini pula, Dinsos DKI mengimbau masyarakat untuk tidak memberi uang pada mereka yang disebutkan itu.

Amin berpendapat tidak ada kaitannya melestarikan budaya Betawi dengan menerima uang apresiasi di jalanan. Menurutnya, kalau memang tujuannya melestarikan budaya, seharusnya bersifat sukarela. Tidak diberi uang pun tidak masalah.

Budayawan Ridwan Saidi, saat Republika tanyai soal Ondel-Ondel jalanan ini, menjawab tidak ada masalah bila emang masyarakat Betawi membawa Ondel-Ondel ke jalan untuk mencari nafkah. “Biarinlah, dia kan juga cari makan. Ekonomi udeh susah, jangan dilarang-larang,” ujarnya tegas.

Mantan anggota DPR itu menyatakan tak setuju bila membawa Ondel-Ondel ke jalan dapat menurunkan derajat martabat budaya asli Betawi. “Kaga ada, derajat (budaya) Betawi naik kok,” katanya. Karena itu pula, ia juga sepakat dengan anggapan, adanya Ondel-Ondel di jalan justru mendekatkan budaya Betawi dengan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement