Jumat 27 Oct 2017 19:02 WIB

Saksi: Isu Penerimaan Uang KTP-El Beredar di Komisi II

Mantan anggota DPR Rindoko Dahono Wingit
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Mantan anggota DPR Rindoko Dahono Wingit

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Rindoko Dahono Wingit mengaku mendengar desas-desus yang beredar di Komisi II DPR menyatakan bahwa ada uang dari proyek KTP Elektronik yang mengalir ke sana.

"Dalam BAP bapak saya bacakan 'Namun, setelah saya masuk ke Komisi II DPR, tahun 2012, sekitar tahun 2013 saya pernah dengar kabar dari obrolan rekan-rekan saya di Komisi II DPR bahwa Chairuman Harahap, Mustoko Weni, Burhanudin Napitupulu pernah menerima uang dari Kemendagri terkait proyek KTP elektronik dengan mengatasnamakan Komisi II DPR namun tidak dibagi-bagikan, sehingga akhirnya menjadi pembicaraan. Saya tidak ingat siapa yang mengatakan hal tersebut kepada saya karena hal tersbeut sepertinya sudah menjadi rahasia umum', apakah ini benar pak," tanya ketua majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (27/10).

Jhon menanyakan hal itu kepada Rindoko Dahono Wingit yang menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong yang didakwa mendapatkan keuntungan 1,499 juta dolar AS dan Rp1 miliar dalam proyek pengadaan KTP Elektronik yang seluruhnya merugikan keuangan negara senilai Rp 2,3 triliun.

Burhanudin Abdullah dan Chairuman Harahap adalah mantan Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Golkar, sedangkan Mustokoweni adalah anggota Komisi II dari partai yang sama. Burhanudin dan Mustokoweni telah meninggal dunia.

"Dalam persidangan (DPR) yang terjadi, ada istirahat, lalu dalam makan bersama ada selentingan yang mengatakan ini si X kok begitu, si Y begitu. Saya belum paham sebenarnya apa yang terjadi dan setelah dalam perjalanan saya baru 'ngeh' kalau itu berkaitan dengan KTP elektronik," jawab Rindoko.

"Pak, kan anggota Komisi II tidak terlalu banyak, saya kira bisa dibayang-bayangkan siapa saja orangnya," tanya hakim Jhon.

"Saya kan pada waktu itu baru masuk (Komisi II) kebetulan, jadi tidak begitu hapal. Saya nanti kalau sebut nama salah itu juga didzalimi, mohon izin, mohon maaf, jadi saya tidak ingat, yang saya ingat itu isinya bahwa yang di sana kan berputar informasi seperti itu," ungkap Rindoko.

"Jadi dalam pembicaraan itu ada orang dengan nama Chairuman, Mustokoweni, Burhanudin almarhum, mereka ini yang dikatakan pernah terima uang tapi tidak dibagi dan mengatasnamakan Komisi II," kata hakim Jhon.

"Informasi yang saya dengar begitu, tapi kalau mengatasnamakan Komisi II saya kurang paham pak ketua," jawab Rindoko.

"Apa memang untuk hal-hal tertentu ada kemungkinan begitu, artinya ada mengatasnamakan Komisi II dapat duit, lantas ada keharusan untuk membagi uang yang didapat ini, kira-kira apa kebiasaan di sana pak," tanya hakim Jhon.

"Selama yang saya tahu, saya tidak pernah mengetahui itu, karena setelah saya duduk di sana tidak ada pekerjaan yang terkait dengan KTP elektronik," jawab Rindoko.

Rindoko menjadi anggota Komisi III DPR pada Oktober 2009-Agustus 2012, selanjunya ia dipindahkan ke Komisi II hingga akhir masa jabatan pada Oktober 2004. Dalam dakwaan disebutkan beberapa anggota DPR RI periode tahun 2009-2014 menerima uang sejumlah 14,656 juta dolar AS dan Rp 44 miliar.

Pembagiannya adalah: (a) Partai Golkar dengan kode kuning akan diberikan sejumlah Rp 150 miliar; (b) Partai Demokrat dengan kode biru akan diberikan sejumlah Rp 150 ribu; (c) PDI Perjuangan dengan kode merah akan diberikan sejumlah Rp 80 miliar; (d) Marzuki Ali dengan kode MA akan diberikan uang sejumlah Rp 20 miliar; (e) Anas Urbanignrum dengan kode AU akan diberikan sejumlah Rp 20 miliar; (f) Chaeruman Harahap dengan kode CH akan diberikan uang Rp 20 miliar, dan (g) partai-partai lain sejumlah Rp 80 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement