Rabu 25 Oct 2017 14:14 WIB

Fraksi PKB akan Masukkan Revisi UU Ormas di Prolegnas 2018

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) di DPR Ida Fauziah
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) di DPR Ida Fauziah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) di DPR Ida Fauziah mengungkapkan fraksinya segera mengusulkan perubahan terhadap Undang-undang tentang Organisasi Masyarakat (Ormas). Hal ini setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 sudah sah disetujui DPR menjadi Undang-undang pada Selasa (24/10).

Menurut Ida, FPKB menghendaki memasukan perubahan penetapan UU atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas itu masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2018. "Ya PKB mengusulkan masuk prolegnas 2018. kan masing-masing fraksi diminfa mengusulkan tuh prolegnasnya tuh, nah kita usulkan," ujar Ida di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (25/10).

Untuk itu, FPKB juga kata Ida, akan menyiapkan draft RUU perubahan juga naskah akademik dari poin UU Ormas yang telah didiskusikan dengan pada pakar. Ida melanjutkan, poin-poin yang ingin diubah oleh FPKB antara lain memastikan tetap ada proses pengadilan di Perppu Ormas. Namun mempertimbangkan proses pengadilan yang cepat dan murah.

Sebab, dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 sebelumnya dianggap terlalu lama dan panjang prosesnya sehingga diterbitkannya Perppu tersebut. "Dikeluarkan Perppunya itu karna proses pengadilannya yang lama, sementara kan tidak bisa menjawab kebutuhan kalau misalkan ternyata ada ormas yang mengganggu NKRI kan kebutuhan pemerintah segera untuk itu kan enggak ada jalannya," ujarnya.

Namun FPKB juga kita tidak setuju jika menyerahkan begitu saja subyektifitas pemerintah untuk menentukan ormas itu keluar dari Pancasila atau tidak. Karenanya, pihaknya terus menggali-gali pandangan dan pikiran untuk mencari formula yang tepat.

"Jadi antara itu jadi pengadilan yang cepat dan murah, kemudian sedang dipikirkan apakah mungkin pmbatasan waktunya, tapi tetap harus ada surat peringatan dari menteri tapi juga ada proses hukum yang cepat. Ada juga pikiran, kita kalau dalam kegentingan memaksa apakah dicukupkan dengan fatwa MA Misalnya. biar tidak dianggap itu subyektifitas pemerintah saja," kata anggota Komisi I DPR tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement