Senin 23 Oct 2017 18:03 WIB

Kemenaker: 30 Persen Pekerja Alami Diskriminasi Gender

Edukasi tentang kondisi kerja yang tidak ramah, pelecehan dan kekerasan seksual pada pekerja perempuan pada segala sektor. (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/Atika Fauziyyah
Edukasi tentang kondisi kerja yang tidak ramah, pelecehan dan kekerasan seksual pada pekerja perempuan pada segala sektor. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Kementerian Tenaga Kerja menyebutkan tindakan diskriminasi terhadap para tenaga kerja di Indonesia selama ini masih cukup tinggi, yakni pada kisaran 30 persen.

"Kami tidak ingin lagi terjadi diskriminasi gender di lapangan kerja," kata Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemenaker Sugeng Priyanto usai membuka "2nd International Conference on Indonesian Sosial and Political Enquiries (ICISPE)" bertema "Eradicating Inequalities" yang diprakarsai FISIP Universitas Diponegoro Semarang, Senin (23/10).

Sugeng menjelaskan diskriminasi yang masih kerap terjadi, mulai pembayaran upah hingga kesempatan menduduki jabatan yang cenderung diskriminatif antara kaum laki-laki dan perempuan. Faktanya, dia menuturkan, masih ada pekerja perempuan yang digaji lebih kecil dari laki-laki. 

“Misalnya, ada pekerja laki-laki yang digaji Rp 2,6 juta/bulan, sementara perempuan hanya Rp 2 juta/bulan," kata dia. 

Menurut dia, tindak diskriminatif yang menimpa kaum perempuan itu banyak terjadi di sektor industri atau pabrik yang sebatas mempekerjakan mereka hanya sebagai worker (buruh). "Catatan kami angkanya ada 30 persenan. Banyak perempuan yang hanya dipekerjakan di pabrik dan belum pada posisi kunci. Ke depan, kami minta mereka jangan hanya menjadi worker," katanya.

Ia menegaskan semestinya kaum perempuan dan laki-laki mendapatkan perlakuan sama di dalam pekerjaan. Dia menambahkan kesempatan meraih jabatan atau posisi penting juga harus diberikan secara objektif.

Dia menambahkan tindakan diskriminatif itu sebenarnya banyak dipengaruhi oleh kultur sosial budaya masyarakat Indonesia yang paternalistik dengan mengutamakan kaum laki-laki ketimbang perempuan. Dengan kultur paternalistik, kata dia, perempuan lebih dianggap sebagai kanca wingking dan sebagainya yang membuat mereka tidak bisa berperan optimal karena faktor sosial budaya.

"Ke depan, kaum laki-laki dan perempuan harus mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sama. Pemahaman mengenai perempuan yang terkesan paternalistik harus dikikis," kata dia.

Ketua Panitia 2nd ICISPE 2017 Dr Lintang Ratri Rahmiaji mengakui masih terjadinya tindakan diskriminatif terhadap perempuan dalam lapangan kerja adalah satu satu isu ketidaksetaraan gender. "Banyak kasus tenaga kerja perempuan yang mengalami perlakuan yang menunjukkan ketidaksetaraan. Makanya, kami undang salah satu pembicara Pak Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri yang diwakili Dirjen," kata dia. 

Sebenarnya, dia mengatakan, ada banyak tindakan diskriminatif yang terjadi, salah satunya dalam sektor tenaga kerja sehingga pembicara yang diundang juga beragam, salah satunya dari Kemenaker. "Sesuai dengan tema yang kami angkat, yakni Eradicating Inequalities (memberantas ketidaksetaraan). Para narasumber akan menyampaikan materi mengenai bidangnya masing-masing," katanya.

Dekan FISIP Dr. Sunarto menjelaskan ICISPE merupakan forum konferensi internasional yang sudah kedua kalinya diselenggarakan fakultas itu yang diikuti peneliti dalam dan luar negeri. Diskriminasi, dia mengatakan, terjadi dalam berbagai bidang yang bervariasi, mulai kesenjangan ekonomi, pendidikan, gender, hingga hak-hak menjalankan kegiatan beragama bagi kelompok minoritas.

"Ya, kegiatan ini memang sejalan dengan tuntutan Undip yang sudah menyandang status perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH). Masing-masing fakultas diminta go-international," katanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement