Senin 23 Oct 2017 08:35 WIB

Pengungsi Gunung Agung Jenuh di Penampungan

Pengungsi Gunung Agung menerima pelatihan wirausaha di Posko GOR Kompyang Sudjana, Denpasar Barat, Jumat (13/10).
Foto: Republika/Mutia Ramadhani
Pengungsi Gunung Agung menerima pelatihan wirausaha di Posko GOR Kompyang Sudjana, Denpasar Barat, Jumat (13/10).

REPUBLIKA.CO.ID, KARANGASEM -- Warga pengungsian Gunung Agung mulai merasakan kejenuhan di penampungan pengungsi, sejak Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Kementerian ESDM menetapkan gunung tertinggi di Bali status level IV sejak 22 September 2017.

Seorang pengungsi, Wayan Sari di Posko Mandiri di Desa Nongan, Kecamatan Rendang, Senin (23/10), mengaku sejak sebulan dipengungsian bersama keluarga dan kerabatnya, kini sudah merasakan kejenuhan, karena tidak ada aktivitas yang bisa banyak dilakukan.

Menurut petani asal dari Desa Pura, Kecamatan Selat yang merupakan kawasan rawan bencana (KRB) II, di pengungsian nyaris berhenti semua aktivitasnya. Sebab sejak ditetapkan status Awas Gunung Agung itu, ia tidak bisa kembali dan melihat ladangnya.

"Sejak gunung itu ditetapkan level Awas, pemerintah sudah memberi peringatan dan larangan untuk memasuki zona berbahaya tersebut. Desa kami termasuk zona merah," tuturnya.

Ia mengatakan di pengungsian hanya duduk-duduk saja, sehingga merasa bosan dengan keadaan yang tidak ada kepastian tersebut. Entah akan terjadi erupsi atau bagaimana Gunung Agung itu, ia tidak tahu berapa lama akan berada di kampung pengungsian ini.

"Saya merasa sedih. Memang selama di pengungsian soal makanan sudah tercukupi. Tapi kalau sudah tidak ada pekerjaan seperti sekarang ini menambah kebosanan saja," ucapnya.

Apalagi, kata dia, menjelang hari suci Galungan dan Kuningan pada November mendatang. Ia sudah jelas tidak bisa merayakan di kampung halamannya.

"Hari suci Galungan dan Kuningan semakin dekat, kami tidak bisa berbuat apa-apa untuk merayakan hari tersebut. Biasanya kami menjelang hari raya tersebut sejak pekan ini sudah mempersiapkan runtutan upacara, mulai dari perayaan 'Sugian Jawa dan Bali' hingga puncaknya pada hari suci Galungan dan Kuningan itu," ujar Wayan Sari.

Sementara itu, seorang relawan Posko Rendang, Ketut Wijaya Mataram mengatakan kalau secara psikis warga pengungsian sudah kelihatan merasa jenuh berada di penampungan ini. Tapi ia terus berupaya memberikan motivasi dan dorongan agar mereka mampu menghilanhgkan rasa jenuh.

"Para relawan sudah berupaya memberi motivasi dan dorongan agar mereka tak jenuh di sini atau di tempat-tempat pengungsian itu. Caranya dengan melakukan aktivitas apa yang bisa dikerjakan oleh para pengungsi tersebut. Salah satunya membuat anyaman dari bambu misalnya," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement