Jumat 20 Oct 2017 06:55 WIB
Tiga Tahun Jokowi-JK

Penegakan Hukum Kasus HAM Belum Sejalan dengan Nawa Cita

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Sandrayati Moniaga (kiri)
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Sandrayati Moniaga (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga tahun perjalanan pemerinthan Jokowi-JK, penyelesaian persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) ternyata belum berjalan sesuai janji Nawa Cita. Tidak sinkronnya political will Presiden Jokowi dengan kinerja instansi penegak hukum menjadi permasalahan utama.

Komisioner Komnas HAM, Sandrayati Moniaga mengungkapkan persoalan HAM di tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK belum banyak berubah. "Faktanya sikap pemerintah soal penyelesaian HAM ini tidak satu," ujarnya dalam diskusi publik 'Evaluasi Kinerja HAM 3 Tahun Pemerintahan Jokowi', Kamis (19/10).

Ia mengungkapkan seringkali keinginan presiden tidak sejalan dengan proses di kejaksaan, kementerian, kepolisian bahkan di pengadilan. Seperti penyelesaian pelanggaran HAM berat, misalnya.

"Bagi korban pelanggaran HAM berat masa lalu, saat ini jelas belum ada penyelesaian," kata Sandra.

Walaupun di awal pemerintahan, Jokowi-JK sudah memulai dialog dengan korban pelanggaran HAM berat. Dan, Kejaksaan Agung telah mau membuka dialog dengan Komnas HAM untuk penyelesaian pelanggaran HAM berat. Niat baik itu sudah mulai ada. Bahkan, di awal-awal, ungkap dia, Komnas HAM difasilitasi oleh Menkopolhukam.

Dalam prosesnya disepakati untuk ada pendalaman hasil penyelidikan Komnas HAM. Tapi, sangat disayangkan ketika proses berjalan, setiap upaya Komnas HAM menyampaikan berkas penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat ke Kejaksaan Agung selalu ditolak.

"Ditolak dengan alasan tidak lengkap secara prosedural," ujarnya.

Kemudian, dilakukanlah proses pembahasan bersama yang telah diketahui, di antaranya diadakan Simposium Nasional pelanggaran HAM 65/66. Namun, disayangkan akhirnya simposium ini tidak berjalan baik karena ada sikap lain dari instansi penegak hukum. Begitu pula di kepolisian.

Sarah mengungkapkan di instansi kepolisian banyak masalah HAM yang masih terjadi soal pelanggaran HAM. Padahal Kapolri telah mengeluarkan Peraturan Kapolri (Perkap) tentang HAM yang ternyata banyak anggota polisi di bawah dan di daerah tidak mengetahui soal Perkap ini.

Diakuinya Komnas HAM pernah bekerjasama dengan Brimob membuat pelatihan HAM dalam menangani beberapa kasus, seperti terorisme. Bahkan, Komnas HAM ikut membantu pembuatan buku saku penegakkan HAM untuk polisi.

Kemudian di peradilan, ia mengungkapkan juga terjadi proses penyelesaian yang mengecewakan. Ketika ada korban kasus pelanggaran HAM berat yang menuntut hanya rehabilitasi nama baik. Namun ditolak oleh peradilan. "Jadi bukan hanya pemerintah, institusi peradilan juga berperan mempertahankan status quo," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement