REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat (Sumbar) melimpahkan kasus penembakan burung kuntul (ardeidae) di Tanah Datar pekan lalu kepada tim penegakan hukum atau Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah II Sumatra. Kepala BKSDA Sumbar Erly Sukrismanto menjelaskan, pihaknya akan menyerahkan laporan pengamatan petugas di lapangan ke KLHK untuk proses lebih lanjut.
Kasus ini berawal dari Sabtu (14/10) lalu, saat ia mendapat laporan bahwa ada penembakan sebanyak 150 ekor burung kuntul yang diduga dilakukan sejumlah oknum anggota Persatuan Penembak Indonesia (Perbakin) Kabupaten Tanah Datar. Menurut pengamatan BKSDA Sumbar, populasi burung kuntul di Tanah Datar berhabitat di sebuah pohon beringin di kawasan cagar alam.
Habitat di dalam kawasan cagar alam Tanah Datar ini merupakan persinggahan bagi populasi burung kuntul saat melakukan migrasi. Perbakin sebelumnya mengklaim bahwa penembakan dilakukan atas laporan warga yang resah, lantaran populasi burung kuntul yang dianggap terlampau banyak. "Namun tindakan tersebut tetap saja melanggar Undang-undang perlindungan satwa," kata Erly, Kamis (19/10).
Erly menyatakan, pihaknya masih berkoordinasi dengan kepolisian daerah dan Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup untuk penanganan selanjutnya. Ia menegaskan, sebelumnya BKSDA sudah memberi peringatan bahwa satwa tersebut dilindungi. Tak hanya itu, habitat burung kuntul merupakan cagar alam yang tak boleh diusik lantaran bisa melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. "Kalau kejadiannya sudah seperti ini maka wewenangnya sudah berada di Gakkum dan kepolisian," katanya.
Hanya saja, Perbakin meminta BKSDA Sumbar untuk menyiapkan keterangan tertulis bahwa hewan tersebut dilindungi. Dalam proses pembuatan keterangan tertulis tersebut, Perbakin melancarkan aksinya dengen menembaki burung kuntul. Menurutnya habitat asli burung kuntul itu di lahan basah atau kawasan mangrove dan makanan berupa ikan dan katak.
Sementara itu Kepala Seksi Gakkum Sumatera Wilayah II Sumatera, Edward Hutapea menambahkan bahwa pihaknya masih berkoordinasi dan menunggu penjelasan dari BKSDA Sumbar. "Secara resmi kami belum menerima surat penyerahan kasus ini ke Gakkum Wilayah II, namun kami akan terus berkoordinasi," katanya.