Jumat 20 Oct 2017 05:29 WIB

Mahyudin: Indonesia Terlalu Banyak Urus Persoalan Njlimet

Wakil Ketua MPR Mahyudin.
Foto: republika/fauziah mursid
Wakil Ketua MPR Mahyudin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Mahyudin mengatakan bangsa Indonesia banyak membicarakan hal-hal yang "njlimet" (sulit) dan tidak substantif sehingga tanpa disadari di bidang pendidikannya telah tertinggal selama sekitar 45 tahun dari negara lain.

"Indonesia di usianya ke-72 tahun setelah merdeka saat ini, tapi di bidang pendidikan masih tertinggal 45 tahun dari negara lainnya. Ini tantangan besar yang harus dihadapi bangsa Indonesia, khususnya penyelenggara negara," kata Mahyudin pada Seminar Revitalisasi Ideologi Pancasila Sebagai Landasan Perjuangan Partai Golkar yang diselenggarakan Fraksi Partai Golkar MPR RI, di Jakarta, Kamis (19/10).

Pada kesempatan tersebut, Mahyudin mengutip pidato Bung Karno pada rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945, bahwa untuk kemerdekaan tak perlu mengurus masalah-masalah yang "njlimet".

Menurut Mahyudin, Bung Karno mencontohkan beberapa negara yang rakyatnya masih memprihatinkan tapi tetap memerdekakan diri sehingga Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. "Salah satu tujuan kemerdekaan Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa," katanya.

Namun, berdasarkan hasil survei lembaga internasional, kondisi Indonesia saat ini justru di bidang pendidikan tertinggal 45 tahun dari negara lainnya. Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar ini melihat, secara makro kondisi Indonesia saat ini lebih baik, tapi di beberapa daerah masih ada yang tertinggal.

"Masih ada anak-anak sekolah yang tak memakai sepatu dan masih ada daerah yang belum mendapat penerangan listrik. Ini tantangan bangsa Indonesia," katanya.

Menurut dia, Indonesia perlu waktu 45 tahun untuk mengejar ketertinggalan di bidang pendidikan, dan bahkan perlu waktu 75 tahun untuk mengejak ketertinggalan di bidang teknologi. Pada kesempatan tersebut, Mahyudin juga mengkritik sistem politik di Indonesia yang menerapkan pemilihan langsung pada pilkada maupun pemilu.

"Pemilihan langsung tidak cocok dengan Pancasila karena ada kelompok masyarakat yang tidak terwakili," katanya.

Padahal, kata dia, nilai-nilai luhur dalam Pancasila adalah musyawarah mufakat. Mahyudin juga melihat di bidang ekonomi, Indonesia mengarah kepada ekonomi liberal, padahal dalam Pancasila mengamanahkan ekonomi gotong-royong. Karena itu, kata dia, Partai Golkar telah membuat blue print pembangunan 100 tahun Indonesia hingga 2045 guna membentuk bangsa sejahtera.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement