REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan dokumen dari Kedutaan Besar AS di Jakarta pada 1963-1966 dibuka ke publik, Selasa (17/10). Dalam dokumen itu terungkap, AS mengetahui gerakan anti-Komunis di Indonesia. Seperti dikutip BBC, AS tahu ada pergerakan orang-orang untuk melakukan pembunuhan dalam gejolak politik tersebut.
Letnan Jenderal Agus Widjojo (Purnawirawan) yang ayahnya merupakan salah satu jenderal terbunuh dalam upaya kudeta PKI tak mau berkomentar banyak ketika ditanya BBC mengenai dokumen ini.
"Saya tidak bisa berbicara apapun untuk menjustifikasi atau menolak laporan tersebut. Namun pada dasarnya tragedi 1965 merupakan pertarungan kekuatan antara Partai Komunis dan tentara," ujarnya seperti dikutip BBC, Selasa (17/10).
Agus pun tak tahu tentang memo AS mengenai pembunuhan etnis Cina dan pembakaran terhadap toko dan usaha mereka.
"Saya tak tahu tentang kekerasan terjadi hingga sejauh itu, saya tidak memiliki saksi langsung yang mengetahui hal tersebut," ujarnya.
Menurutnya, semua pihak harus bersama untuk menyampaikan kondisi sebenarnya. Namun harus ada satu syarat- para korban, mereka harus berdamai. Mereka harus move on atau bergerak maju untuk merefleksikan peristiwa 1965 dari kacamata Indonesia pada 2017. "Kita tak bermaksud ingin membuka luka lama, justru kita ingin situasi untuk menyembuhkan luka dan bergerak maju," ujarnya.
Sedikitnya 500 ribu orang disebutkan tewas antara 1965-1966 menyusul gerakan pembersihan yang dilakukan oleh militer. BBC juga menyebut keterlibatan milisi Muslim dalam gerakan melawan Komunis.
Dalam dokumen staf AS menggambarkannya sebagai 'pembantaian' dan pembunuhan 'tanpa pandang bulu'. Hal itu menunjukkan, AS telah mengerti adanya operasi untuk melakukan pembersihan terhadap Partai Komunis dan kelompok kiri.
Menurut staf Kedutaan Besar AS di Jawa Timur yang tercatat pada 28 Desember 1965, 'korban' dibawa dari permukiman sebelum akhirnya dibunuh. Jasad korban dikubur daripada dibuang ke sungai. Telegram staf AS juga mengatakan, tahanan-tahanan yang ditengarai komunis dilepaskan ke warga sipil untuk dibunuh.