Rabu 18 Oct 2017 08:03 WIB

KPK Dalami Kewenangan Menteri Perhubungan kepada Budi Karya

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Pemeriksaan Menhub Budi Karya Sumadi. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Selasa (17/10).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Pemeriksaan Menhub Budi Karya Sumadi. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Selasa (17/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (17/10) menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait perizinan dan proyek-proyek di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Tahun 2017.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, dalam pemeriksaan terhadap Budi, penyidik mendalami soal tugas dan kewenangan menteri. Termasuk, apakah ada bagian kewenangan menteri yang dilimpahkan ke direktur jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla).

Selain itu, sambung Febri, penyidik juga mencecar Budi Karya soal aturan internal di Kemenhub terkait larangan menerima gratifikasi. "Kemudian didalami sejauh mana sepengetahuan saksi terkait proses lelang pekerjaan pengerukan pelayaran," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/10).

Selama 3,5 jam, Budi diperiksa oleh penyidik KPK sebagai saksi kasus dugaan suap dan gratifikasi Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) nonaktif Antonius Tonny Budiono, Selasa (17/10). Budi Karya diperiksasebagai saksi untuk tersangka Adiputra Kurniawan, Komisaris PT Adhiguna Keruktama.

Kepada wartawan, Budi Karya mengaku dicecar 20 pertanyaan oleh penyidik KPK. "Ya agak kurang lebih 20 pertanyaan. Saya sampaikan terima kasih kepada KPK yang memberikan kesempatan pada saya untuk memberikan keterangan berkaitan dengan masalah Dirjen Laut," ucap Budi Karya usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/10).

Budi Karya menuturkan, terkait kasus yang menjerat anak buahnya tersebut, Kemenhub sepakat agar proses penegakan hukum selalu ditegakkan. "Dan kami selalu mendukung dan juga ini bagian daripada bagaimana kemudian bisa melakukan kegiatan lebih good governance," tuturnya.

Namun, dalam kesempatan tersebut, Budi Karya enggan menjawab pertanyaan ihwal kedekatannya dengan Antonius Tonny dan sejumlah proyek Kemenhub yang diduga berhubungan dengan suap dan gratifikasi yang diterima Antonius yang totalnya mencapai Rp 20 miliar.

Dalam kasus ini, Tonny dan Adiputra telah ditetapkan sebagai tersangka suap. Tonny diduga menerima suap sekitar Rp 1,174 miliar, yang disita dari rekening Bank Mandiri, dari Adiputra. Uang dari Adiputra itu diduga untuk mendapatkan proyek di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah. Perusahaan Adiputra yang akhirnya mengerjakan proyek pengerukan alur pelayaran di pelabuhan tersebut.

Selain itu Tonny diduga menerima gratifikasi dalam bentuk uang sebesar Rp 18,9 miliar yang disimpan dalam 33 tas ransel, kemudian keris, tombak, serta batu akik. Penerimaan gratifikasi itu diduga terkait proyek di Kemenhub.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement