REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Setelah melalui proses pendataan atas seluruh menara telekomunikasi atau base transceiver station (BTS) yang berdiri di Kota Yogya, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menemukan terdapat 163 BTS yang dinyatakan tak berizin atau ilegal.
Berdasar Peraturan Daerah (Perda) Kota Yogyakarta nomor 7 tahun 2017 tentang Penataan dan Pengendalian Menara Telekomunikasi (mentel), terlampir sebanyak 222 menara eksisting atau telah berdiri. Kepala Satpol PP Kota Yogyakarta Nurwidi Hartana mengatakan, setelah didata hanya 59 menara yang berizin. "Sisanya dinyatakan ilegal," kata Nurwidi, Ahad (15/10).
Meski tidak mengantongi izin, Satpol PP tidak langsung melakukan penindakan berupa penertiban atau penyegelan terhadap BTS tersebut. Menurutnya mengacu pada Perda, provider diberikan kesempatan mengurus izin dengan batas waktu satu tahun.
"Hal ini tertuang dalam Perda pasal 22 yang menentukan bahwa provider diberikan kesempatan selama satu tahun untuk mengurus rekomendasi sebagai syarat perizinan," ujarnya.
Nurwidi mengatakan, penertiban baru akan dilakukan jika proses perizinan provider ditolak atau tidak mendapat rekomendasi dari Pemerintah Kota Yogyakarta. Selain itu, lanjutnya, penertiban juga harus menunggu persetujuan dan perintah dari wali kota.
Koordinator Divisi Pengaduan Masyarakat & Monitoring Peradilan Jogja Corruption Watch (JCW), Baharuddin Kamba mengatakan, hingga saat ini, pihak Kejaksaan Negeri Kota Yogyakarta masih melakukan proses penyelidikan terkait persoalan menara telekomunikasi. Hal itu dilakukan dengan meminta keterangan dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Yogyakarta, Plt Sekertaris dewan Kota Yogyakarta, Kabag Perundang-undangan DPRD Kota Yogyakarta, dan empat mantan anggota Panitia Khusus (Pansus) Raperda Menara Telekomunikasi di Kota Yogyakarta serta dari beberapa pihak eksekutif.
Oleh karena itu, lanjutnya, JCW memohon kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DIY untuk melakukan audit investigasi dan perhitungan kerugian negara terhadap menara telekomunikasi yang tidak berizin. "Padahal objek pajaknya ada, dan telah menerima manfaat dari pendirian menara telekomunikasi dengan menggunakan lahan atau fasilitas milik Pemerintah Kota Yogyakarta," ujarnya.
Ia juga mengatakan, pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Yogyakarta berdasarkan adanya laporan dari masyarakat yang mempersoalkan adanya dugaan perbuatan melawan hukum dalam proses pembahasan Raperda. Raperda itu pada tanggal 17 Juli 2017 sudah menjadi Perda Nomor 7 tahun 2017 tentang Penataan dan Pengendalian Menara Telekomunikasi dan Fiber Optik.
"Informasi yang juga perlu diketahui oleh Kepala BPKP DIY adalah adanya perbedaan soal jumlah menara yang berdiri di Kota Yogyakarta," kata dia. Data dari Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Kota Yogyakarta menyebut ada 104 menara yang memiliki izin.
Sedangkan dalam draf perda yang dibahas oleh Pansus DPRD Kota Yogakarta, terdapat 222 menara yang berdiri di Kota Yogyakarta. Artinya, lanjut dia, ada selisih jumlah yakni 118 menara telekomunikasi dan mengindikasikan bahwa 118 menara telekomunikasi itu tidak berizin atau ilegal. Terkait adanya temuan ini, JCW juga telah menyampaikan permohonan audit investigasi secara tertulis kepada BPKP DIY.