Kamis 12 Oct 2017 19:40 WIB

Sekda DKI Jakarta Sebut Raperda Tata Ruang Terkait Reklamasi

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Nur Aini
Foto udara pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta, Kamis (11/5).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Foto udara pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta, Kamis (11/5).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah menyebut, pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta tidak bisa dilepaskan dari reklamasi di Teluk Jakarta. Menurutnya, pembahasan raperda itu tak bisa disebut berdiri sendiri dari reklamasi.

"Yang jelas (raperda) tata ruang pasti bicara tata ruang di reklamasi. Mau nggak mau bersinggungan, nggak bisa terpisah," kata dia usai rapat pimpinan gabungan dengan pimpinan DPRD dan ketua fraksi di kantor DPRD DKI, Kamis (12/10).

Pernyataan ini berbeda dengan pernyataan Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi yang menyebut raperda Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta tidak terkait dengan reklamasi di Teluk Jakarta. Menurut politikus PDIP ini, raperda tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta itu tidak secara khusus membahas reklamasi.

Aturan tentang tata ruang, kata Prasetio, adalah kewajiban dari pemerintahan daerah yakni Pemprov DKI dan DPRD. Sementara reklamasi, menurutnya, menjadi domain pemerintah pusat. "Tugas saya sebagai DPRD dan pemerintah daerah itu harus membahas masalah tata ruangnya. Kalau sudah menjadi daratan gimana? Tugas siapa? Pemerintah pusat? No. Ini urusan pemerintah daerah," ujar dia.

Saefullah mengatakan, salah satu pasal yang alot dibahas adalah terkait kontribusi tambahan sebesar 15 persen untuk pulau hasil reklamasi. Perdebatan untuk pasal itu, bahkan sempat menemui jalan buntu sebelum salah satu anggota dewan tersangkut masalah hukum pada pembahasan raperda ini.

Gubernur Basuki Tjahaja Purnama saat itu, kata Saefullah, membuat diskresi dengan menetapkan besaran 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). "15 persen itu dulu kan sempat dibahas dalam pembahasan-pembahasan yang dulu. Bahas saja, nanti kenapa 15 persen, kalau itu kebesaran, alasannya apa," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement