Kamis 12 Oct 2017 15:06 WIB

Kejakgung: Kerugian Kasus Korupsi BKKBN Capai Rp 27,9 Miliar

Kapuspenkum Kejakgung M Rum.
Foto: REPUBLIKA/Raisan Al Farisi
Kapuspenkum Kejakgung M Rum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) menyatakan kerugian keuangan negara akibat dugaan korupsi pengadaan KB II Batang Tiga Tahunan Plus Inserter Tahun anggaran 2014-2015 mencapai Rp 27,94 miliar. "Perhitungan sementara kerugian negara diperkirakan mencapai kurang lebih senilai Rp 27.940.161.935,40," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, M Rum di Jakarta, Rabu (11/10) malam.

Dalam kasus itu, penyidik Kejagung telah menetapkan empat tersangka, yakni Kepala BKKBN SCS, YW Direktur Utama PT Triyasa Nagamas Farma, LW Direktur PT Djaja Bima Agung, dan KT Pegawai Negeri Sipil (Kasi Penyediaan Sarana Program/mantan Kasi Sarana Biro Keuangan BKKBN). Kasus itu bermula saat Satuan Kerja Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KB-KR) pada Direktorat Jalur Pemerintah BKKBN Pusat melaksanakan kegiatan pengadaan Susuk KB II/ Implant Batang Tiga Tahunan Plus Inserter, dengan pagu anggaran sebesar Rp 191,34 mliliar lebih yang bersumber dari APBN sesuai DIPA BKKBN.

Pada saat proses pelelangan berlangsung, ada penawaran harga yang dimasukkan oleh para pesertanya berada dalam satu kendali yakni, PT Djaya Bima Agung yang notabene peserta lelang. Sehingga, harga-harga tersebut adalah harga yang tidak wajar dan menyebabkan rendahnya tingkat kompetensi.

Kapuspenkum Kejagung, M Rum menyatakan, sampai sekarang penyidik telah memeriksa 36 saksi serta satu ahli. Di antara saksi yang diperiksa itu, Herlin Isambarwati sebagai Ketua Kelompok Kerja pada BKKBN RI, Purwo Evalianto sebagai Sekretaris Kelompok Kerja pada BKKBN RI, Mei Sasiwi Haryanti sebagai Anggota Kelompok Kerja pada BKKBN RI, Ninik Sidik Handayani pekerjaan Anggota Kelompok Kerja pada BKKBN RI dan Pembangunan Gultom pekerjaan Anggota Kelompok Kerja pada BKKBN RI.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement