Selasa 10 Oct 2017 20:40 WIB

Nasib Wartawan Darbe, Dipukuli Hingga RS tak Mau Periksa

Sejumlah jurnalis menyerahkan karangan bunga duka cita kepada Kapolres Banyumas AKBP Bambang Yudhantara Salamun (kiri) saat melakukan aksi unjuk rasa, di Pendopo Bupati Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (10/10). Elemen jurnalis di Kabupaten Banyumas mengutuk tindak kekerasan oleh polisi dan Satpol PP terhadap sejumlah wartawan saat meliput pembubaran unjuk rasa penolakan pembangunan PLTPB Baturraden pada Senin (9/10) malam.
Foto: ANTARA FOTO/Idhad Zakaria
Sejumlah jurnalis menyerahkan karangan bunga duka cita kepada Kapolres Banyumas AKBP Bambang Yudhantara Salamun (kiri) saat melakukan aksi unjuk rasa, di Pendopo Bupati Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (10/10). Elemen jurnalis di Kabupaten Banyumas mengutuk tindak kekerasan oleh polisi dan Satpol PP terhadap sejumlah wartawan saat meliput pembubaran unjuk rasa penolakan pembangunan PLTPB Baturraden pada Senin (9/10) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah wartawan Banyumas menjadi korban kekerasan oknum polisi Polres Banyumas dan satpol PP, saat membubarkan aksi unjuk rasa  menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Baturaden. Wartawan Metro TV, Darbe Tyas menjadi salah korban pukulan, dan tendangan mereka.

Dalam kronologi yang dibuat PWI Purwokerto dan dikirim wartawan Agus Wahyudi kepada Republika.co.id, disebutkan saat terjadi aksi pembubaran paksa massa sekitar pukul 22.00 WIB,  empat wartawan dari Suara Merdeka Agus Wahyudi, Satelitpost Aulia El Hakim, Radar Banyumas Maulidin Wahyu dan Metro TV Darbe Tyas, langsung mengabadikan momen tersebut.

Sebelum empat wartawan ini datang ke lokasi aksi, fotografer Suara Merdeka yang mengabadikan gambar lebih awal, mengalami kekerasan psikis dengan dirampas alat kerjanya. Padahal yang bersangkutan sudah memberitahukan dari media Suara Merdeka.

Kekerasan yang paling menyita perhatian adalah penganiayaan terhadap Darbe. Wartawan Metro TV itu, awalnya berusaha melindungi fotografer Suara Merdeka, Dian Aprilianingrum yang terancam menjadi sasaran pengeroyokan anggota Polres Banyumas dan Satpol PP.

Darbe Tyas sudah menggunakan kartu identitas pers dan mengatakan dirinya seorang wartawan. Namun justru ia ditangkap, diarak oleh sejumlah anggota polisi dan Satpol PP. Setelah diarak ke arah gerbang kabupaten dari arah depan Pendapa Si Panji, langsung dianiaya.

Darbe diinjak-injak, ditendang dan dipukul oleh sekitar 10 aparat. Saat terdorong hingga tersungkur, yang bersangkutan sudah menyampaikan adalah wartawan dan memperlihatkan ID Card-nya. Namun hal itu tetap tidak diindahkan para pelaku.

Penganiayaan baru berhenti setelah yang bersangkutan sudah tak berdaya dan ditolong wartawan lain, Wahyu dan Dian. Jika saja Darbe saat itu tidak menggunakan helm, kemungkinan besar kondisi akan yang lebih parah.

Tindakan brutal oknum aparat tersebut, selain menyebabkan luka di sejumlah tubuh juga membuat kacamata Darbe  hilang, dan kartu ID Card ikut dirampas. Diduga oknum aparat melakukan tindakan tersebut karena melihat Darbe paling banyak mengabadikan momen kekerasan terhadap massa aksi.

RS Menolak Periksa Darbe

Dalam kronologi itu juga disebutkan, setelah kondisinya Darbe yang mengkhawatirkan terjadi sesuatu, sejumlah wartawan dan relawan dari masyarakat mengantar ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisi kesehatan.

Awalnya sekitar pukul 22.35 WIB datang ke RS Elisabet di ruang IGD, untuk memeriksakan kondisi kesehatan dan visum untuk bukti tindakan kekerasan yang dialami. Namun dokter jaga dan petugas rumah sakit tersebut menolak, dengan alasan harus ada izin dari kepolisian.

Sekitar pukul 22.55 WIB, mereka pindah ke RS Wijayakusuma, dan pihak rumah sakit bersedia melakukan pemeriksaan kesehatan dan memberikan bukti permintaan visum (bukti terlampir).  Hasil pemeriksaan visum sementara tidak bisa diminta karena alasan kode etik, yang bisa mengambil adalah pihak kepolisian, demi kepentingan hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement