Selasa 10 Oct 2017 11:35 WIB

Pemilihan Rektor IPB, Babak Baru Demokrasi di Perguruan Tinggi Indonesia

Institut Pertanian Bogor (IPB).
Foto: IPB
Institut Pertanian Bogor (IPB).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Firdaus, Guru Besar IPB

Saat ini proses pemilihan Rektor IPB baru saja menyelesaikan tahap penting sebelum masuk tahap akhir. Senat Akademik IPB tadi malam sudah berhasil menetapkan tiga calon rektor yang akan selanjutnya disaring menjadi rektor baru pada pertengahan November mendatang.

Perguruan tinggi (PT) mempunyai kebebasan akademik. Kreativitas merupakan kata kunci dalam pengembangan ilmu pengetahuan, seni dan teknologi untuk kemaslahatan umat dan bangsa.

Terlebih dengan status IPB sebagai PT yang berbadan hukum, mempunyai otonomi lebih dibandingkan kebanyak PT lain yang berstatus sebagai Badan Layanan Umum. Termasuk dalam menentukan mekanisme sendiri untuk menentukan siapa orang yang paling dianggap berkapasitas dalam memimpin institusi.

Tentu, pribadi yang antara lain  lepas dari intervensi politik praktis, berwawasan kebangsaan dan mempunyai profesionalisme untuk membawa IPB ke depan lebih berkiprah dalam dunia pendidikan global dan pembangunan nasional.

Saya kali kedua mengemban amanah sebagai Panitia Pemilihan Rektor IPB. Pada periode sebelumnya, sistem yang dianut adalah Pemilihan Raya. Semua komponen civitas akademika diiikutsertakan secara langsung dalam pemungutan suara, mulai dari dosen, tenaga pendidikan (pegawai), mahasiswa dan alumni. Mekanisme ini kemudian dirasa kurang pas untuk ekosistem di PT.

Pemikiran baru kemudian berkembang untuk mencari mekanisme pemilihan baru. Diskusi alot tentu saja mewarnai  proses sehingga diperoleh keputusan bersama bahwa pemilihan rektor IPB melalui mekanisme yang ada sekarang: penjaringan bakal calon rektor oleh unit kerja di IPB dan alumni; seleksi dari 24 bakal calon menjadi 6 dan 3 calon oleh Senat Akademik (SA), serta terakhir tahap final memilih rektor dari 3 calon oleh Majelis Wali Amanat.

Tidak mudah kemudian saat harus menentukan bagaimana secara operasional melakukan seleksi tersebut. Dengan pemikiran keras akhirnya disepakati SA membentuk panitia Ad-Hoc yang akan terlebih dahulu melakukan penilaian dokumen terhadap 24 bakal calon, kemudian untuk penganbilan keputusan harus melalui Sidang Pleno SA.

Setiap tahap untuk menentukan bagaimana  mekanisme  yang terbaik untuk pengambilan keputusan, anggota SA selalu dilibatkan secara aktif dan partisipatif. Tentu saja kapasitas Pimpinan SA tidak diragukan, karena harus mengarahkan pencapaian mufakat dari lebih 60 orang anggota SA yang merupakan representasi SDM nomor 1 PT di Indonesia.

Semisal pada saat harus memutuskan bagaimana cara menentukan pemilihan 6 dari 24 bakal calon. Apakah langsung menggunakan hasil penilaian dokumen dari panitia Ad-Hoc? Tentu tidak mudah mengerucutkan pemikiran dari orang pintar yang beragam keilmuannya; usia dan karakter pribadinya. Diskusi alot selalu mewarnai.

Ada hal yang menarik misalnya pada saat hasil evaluasi dokumen dipaparkan. Dari 24 bakal calon dikelompokkan menjadi beberapa klaster menggunakan pendekatan statistik stem and leaf. Klaster teratas kemudian disepakati yang akan disaring menjadi calon rektor.

Untuk menjamin validitas dari instrumen penilaian, dilakukan pula analisis korelasi hasil penilaian berbagai indikator, semisal hubungan lamanya menempati posisi jabatan akademik dan  nonakademik dengan pandangan tentang pengembangan IPB ke depan. Apakah ini saja sudah cukup untuk pengambilan keputusan akhir?

Tentu saja tidak. Ruang untuk berpendapat selalu dibuka. Sebagian besar mengangkat tangan untuk bersuara. Saya sendiri selalu berusaha berpartisipasi, karena dalam forum terhormat yang mulia tersebut, adrenalin rasanya selalu terpacu untuk berkontribusi pada hasil yang terbaik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement