Sabtu 07 Oct 2017 14:30 WIB

'Panglima TNI Dinilai Langgar Sumpah Prajurit'

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Nidia Zuraya
  Panglima TNI Jenderal (TNI) Gatot Nurmantyo
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Panglima TNI Jenderal (TNI) Gatot Nurmantyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie, menilai Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, melanggar sumpah prajurit saat mengungkap informasi pengadaan 5.000 pucuk senjata dalam forum resmi. Gatot juga dianggap telah melakukan drama politik.

Connie berpendapat, sulit dipahami jika beberapa ucapan maupun perbuatan Gatot bukan dianggap sebagai manuver politik. Menurutnya, tentara memiliki kewajiban dan harus berpegang kepada sumpah prajurit sejak dilantik, selama menjadi prajurit, hingga berakhir sebagai purnawirawan TNI.

"Selain itu, adaprinsip ada prinsip bahwa tentara seribu kali perang, seribu kali menang. Jadi dia (panglima) pasti sudah memperhitungkan semuanya. Pernyataan beliau kemarin (soal senjata), dilakukan di depan para purnawirawan, disampaikan itu bahwa info tersebut A1, kemudian dia bilang itu ilegal. Menurut saya, itu sesuatu di mana dia mau membuat sebuah drama politik," ujar Connie dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/10).

Drama politik itu, kata dia, bisa jadi sebagai pemantik yang mengarahkan opini masyarakat bahwa negara gagal berkoordinasi dalam pemerintahan. Selain itu, bisa jadi ada arahan bahwa kepala negara kurang memiliki leadership.

"Itu yang saya bilang bahaya sekali jika seorang Panglima TNI melanggar sumpah prajurit yang pernah diucapkannya sendiri. Panglima melanggar sumpah prajurit nomor lima," tegas Connie.

Adapun sumpah nomor lima tersebut berbunyi 'Bahwa Saya Akan Memegang Segala Rahasia Tentara Sekeras-kerasnya'. "Sementara itu, rahasia A1 bagi seorang Panglima TNI itu, yang boleh mengetahuinya hanya Presiden. Apapun yang terjadi," tegas Connie.

Connie juga mengkritisi pernyataan Gatot dapat 'membunuh' TNI dari dalam. Sebab, bisa jadi informasi soal senjata ilegal yang pernah diungkapkan Gatot membuat masyarakat bertanya mengapa Badan Intelijen Strategis (BAIS) tidak berfungsi.

"Karena itu menurut hemat saya, panglima memang berpolitik dan harus berhenti berpolitik," tambahnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement