REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masih maraknya berita-berita hoax, ujaran kebencian berdasarkan SARA, dan konten-konten negatif lainnya di media sosial menuntut keterlibatan semua lapisan masyarakat untuk bahu-membahu bersama pemerintah membangun kesadaran bersama sehingga dapat memanfaatkan media sosial secara bertanggung jawab dengan konten-konten positif.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Informasi Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Rositasari Niken Widyastuti dalam ideatalk IDEAFEST 2017, bertajuk “Jaga Jagat Maya, Jaga Budaya Indonesia#KontenDigitalUntukIndonesia”, di Jakarta Convention Centre, Jakarta dalam rilisnya, Kamis (5/10).
"Yang harus kita terus dorong bersama adalah proses literasi media sosial ke seluruh lapisan masyarakat, baik itu pelajar dan mahasiswa maupun masyarakat umum, sehingga media sosial yang kita pakai jauh lebih sehat dengan konten-konten positif yang membawa manfaat bukan saja bagi kita sendiri tetapi juga bagi komunitas dan lebih dari itu bermanfaat bagi bangsa dan negara,” kata Niken.
Menurut dia, internet ibarat pisau bermata dua, karena dia memungkinkan masyarakat berkomunikasi dan berinteraksi secara cepat, namun di sisi lain media sosial juga membawa dampak negatif untuk menyebarkan informasi hoax, ujaran kebencian, pemutarbalikan fakta, provokasi, serta hal-hal yang berkaitan dengan SARA, terorisme, dan sebagainya.
"Repotnya lagi masyarakat kita belum dibekali dengan informasi yang cukup untuk menangkal informasi-informasi seperti ini, tidak ada proses chek dan rechek bahkan cenderung cepat-cepat menyebarkan. Ini yang tidak boleh terjadi lagi, sehingga literasi media sosial itu sangat penting kita gaungkan ke masyarakat,” lanjutnya.
Sejauh ini kata dia, pemerintah dalam hal ini Kominfo sudah bekerja sama dengan lebih dari 100 Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia untuk melakukan literasi media sosial di kalangan pelajar dan mahasiswa. Bukan itu saja Menteri Kominfo saat ini sedang giat melakukan kunjungan ke pimpinan-pimpinan Agama melalui MUI, NU, Muhammadiyah, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Persatuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Parisada Hindu Dharma, dan Walubi.
"Melalui pimpinan agama-agama ini kita bekerjasama untuk menyelanggarakan literasi media sosial kepada pemuda-pemudi di masing-masing kelompok agama,” sambung Niken.
Dalam upaya literasi media sosial tersebut, pemerintah juga membangun kerjasama dengan Komisi I DPR RI menggalakan literasi media sosial kepada masyarakat umum dengan pendekatan-pendekatan budaya.
“Di beberapa tempat melalui pagelaran budaya kita melakukan pendidikan literasi media sosial sehingga kesadaran bermedia sosial secara sehat ini bisa merambah seluruh lapisan masyarakat,” tukasnya.
Ia sangat berharap agar masyarakat memupuk kesadaran yang makin positif dalam memanfaatkan media sosial. “Ada banyak sekali hal positif di masyarakat yang perlu kita sampaikan, bukan melulu hal-hal negatif. Entah itu keberhasilan pemerintah di bidang infrastruktur, di bidang ekonomi dan hal-hal positif lainnya sehingga media sosial kita nuansanya lebih sehat dan positif,” urainya.
Pendiri Good News From Indonensia (GNFI) Akhyari Hananto, mengimbau agar masyarakat bahu-membahu menangkal informasi-informasi negatif yang banyak beredar di media-media sosial, dengan tidak ikut membuat viral sebuah informasi hoax dan aktif dari dalam diri memproduksi konten-konten positif.
“Lebih dari itu, Indonesia ini banyak hal positif yang harus diberitakan, budayanya, adat istiadat dan keindahan alamnya yang sangat luar biasa. Ini adalah gerakan positif yang harus kita bangun," kata Hananto.